Laporan Wartawan Tribunnews.com, Bambang Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penurunan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) oleh perbankan pelat merah, khususnya Bank Tabungan Negara (BTN), dinilai mampu meningkatkan kinerja kredit.
Diketahui sebelumnya, empat bank BUMN menurunkan tingkat SBDK pada awal Maret 2021 lalu.
Penurunan tersebut dilakukan setelah Bank Indonesia (BI) mendorong para perbankan yang belum melakukan penurunan bunga kredit. Padahal BI telah memangkas bunga acuan.
Baca juga: BTN Syariah Maksimalkan Potensi Pasar Perumahan dan Pendidikan di Depok
Salah satu yang menjadi sorotan dalam penurunan SBDK Bank BUMN yakni dari kredit konsumer khususnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dalam SBDK yang berlaku per awal Maret 2021 tersebut.
"Ini kabar baik, karena beberapa Bank papan atas termasuk BTN sudah menurunkan SBDK," jelas Pengamat Perbankan, Paul Sutaryono saat dihubungi Tribunnews, Selasa (16/3/2021).
Baca juga: Ingin Punya Rumah dengan KPR Subsidi ? Simak Cara dan Ketentuan KPR Subsidi di BTN
"Sudah barang tentu, penurunan itu amat diharapkan dapat mendorong kenaikan kinerja kredit terutama KPR," lanjutnya.
Seperti dilansir Kontan, empat Bank BUMN yakni BRI, Mandiri, BNI, dan juga BTN, secara bersamaan menurunkan tingkat SBDK KPR di kisaran 2,65 persen hingga 3,50 persen secara tahunan atau year on year (yoy).
Baca juga: Profil Haru Koesmahargyo, Spesialis Dirut Bank BUMN yang Kini Berlabuh di BTN
Sebagai informasi, per 28 Februari 2021 Bank BTN mematok SBDK KPR berada pada kisaran 7,25 persen.
Posisi itu sudah jauh lebih rendah dari periode Februari 2020 lalu yang sebesar 10,75 persen atau turun sekitar 350 basis poin (bps) secara tahunan.
Dengan penurunan SBDK tersebut permintaan kredit baru khususnya KPR diharapkan mulai terdongkrak dan bisa membawa pertumbuhan kredit BTN ke level 7 persen hingga 9 persen tahun ini.
Paul mengingatkan, Suku Bunga Dasar Kredit masih belum memperhitungkan premi risiko. Artinya, premi risiko itu akan menambah suku bunga KPR.
Dengan demikian dirinya berharap, otoritas terkait dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bisa mengawasi para perbankan agar premi risiko tidak terlampau tinggi.
"Untuk itu, OJK perlu mengawasi supaya premi risiko itu tidak terlalu tinggi. Dengan demikian, suku bunga KPR bisa lebih terjangkau (affordable) oleh masyarakat menengah-bawah," pungkas Paul Sutaryono.