Pasalnya, apabila tidak berinovasi dan tidak mengantisipasi tantangan yang bakal terjadi ke depannya. Dia khawatir, perusahaan Fintech bakal menggeser peran perbankan. Apalagi, pinjam uang kini sudah bisa lewat Fintech peer to peer lending (P2P) atau pinjaman online (pinjol).
“Selama ini ada kekhawatiran bahwa fintech bakal menggeser perusahaan BUMN di bidang keuangan. Kita tidak perlu cemas. Tingkatkan saja kinerja perusahaan itu agar lebih dekat ke UMKM, misalnya, dengan mempermudah prosedur untuk mendapatkan modal,” katanya.
Ditegaskan Nasim, pemberian kemudahan akses pemberian modal tetap harus mengedepankan prosedur keamanan dan bunga yang terjangkau.
Nasim juga menyakini industri keuangan milik BUMN bisa lebih maju dan cepat beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Hal tersebut dibuktikan dengan adanya sejumlah terobosan-terobosan yang dilakukan Bank himpunan bank milik negara (Himbara) yang sudah masuk ke fintech seperti ‘LinkAja’. LinkAja merupakan dompet digital gabungan uang elektronik Bank Mandiri (e-cash), Bank BNI (Unikqu), Bank BRI (Tbank), dan Telkom Group (TCASH dan T-money).
“Jika fintech swasta, termasuk yang mohon maaf ‘bodong sekalipun’ menawarkan jasa melalui aplikasi online dengan sangat mudah.
Maka, industri keuangan resmi di bawah naungan BUMN seharusnya lebih maju dengan melakukan terobosan-terobosan yang lebih baik lagi. kita sediakan jasa pengajuan kredit secara online juga, akan tetapi tetap harus mengedepankan prosedur keamanan dan kepercayaan masyarakat. Pemerintah tidak tertinggal dari pihak swasta,” tambah Nasim.
Meski perusahaan fintech (financial technology) dalam beberapa tahun terakhir terus menjamur. Namun, Nasim meminta Pemerintah dan seluruh regulator terkait, perlu menyusun siasat agar fintech dapat tumbuh beriringan dengan industri Perbankan milik BUMN yang akhirnya memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia.
“Seharusnya pihak Pemerintah memahami bahwa swasta yang menjalankan fintech bertujuan memudahkan dan membantu masyarakat kecil di berbagai daerah. Sehingga idealnya BUMN tidak menjadikan mereka murni sebagai pesaing, tetapi supaya kita bisa co-existence (hidup bersama) membantu atau melayani masyarakat kecil. Namun, Jika ada fintech yang buruk,maka tugas aparat untuk mmberikan teguran dan bila perlu sanksi pembinaan terhadap mereka,” ujar dia.
Untuk diketahui, pada rapat kerja Komisi VI DPR RI dengan Kementerian BUMN, Komisi VI DPR RI memutuskan untuk mendukung rencana pemerintah membentuk holding ultra mikro yang melibatkan tiga badan usaha milik negara (BUMN), yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero).
“Komisi VI DPR RI mendukung pembentukan holding ultra mikro dan memahami Right Issue BRI, dengan cara mengalihkan seluruh saham seri B Negara pada PT Permodalan Nasional Madani (Persero) dan PT Pegadaian (Persero) kepada BRI sepanjang pemerintah masih mempunyai kontrol penuh untuk PT Permodalan Nasional Madani (Persero) dan PT Pegadaian (Persero) melalui saham Dwi Warna,” kata Arya Bima saat membacakan kesimpulan rapat.