Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli konversi energi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Tri Yuswidjajanto Zaenuri mengungkapkan sejak tahun 2003, pemerintah sebenarnya telah menetapkan standar emisi Euro 2 untuk kendaraan di Indonesia.
Sehingga mobil dan motor yang diproduksi sejak tahun itu harus menggunakan bahan bakar minyak (BBM) dengan nilai oktan atau RON 91.
Menurut Tri, bensin jenis Premium yang memiliki RON 88 sudah tidak cocok itu digunakan pada kendaraan di Indonesia.
Baca juga: Pertamina Sebut BBM Non-Subsidinya Punya Teknologi Anti-Karat untuk Mesin Kendaraan
"Kita Euro 2 tahun 2003. Sejak itu mobil dan motor harus bisa menghasilkan emisi gas buang di bawah batas ambang Euro 2. Terus syarat bahan bakarnya RON-nya minimum 91. Nah premium 88. Enggak cocok," ujar Tri kepada Tribunnews.com, Senin (15/3/2021).
Bahkan pada 2018, standar untuk mobil pindah ke Euro. Sementara sepeda motor pindah ke Euro 3, sejak 2013.
Baca juga: Shell Jual BBM Berstandar Euro 4 Seharga Rp 11.280 Per Liter
Kedua standar tersebut juga menggunakan RON minimal 91. Sehingga bensin Premium tetap masuk dalam standar BBM untuk mobil maupun motor.
"Kita pakai standar manapun premium tetep enggak cocok enggak bisa dipakai," ucap Tri.
Tri mengungkapkan pembakaran kendaraan yang dihasilkan oleh kendaraan yang menggunakan bensin Premium tidak akan sempurna. Sehingga emisi yang dihasilkannya pun tidak akan sesuai.
Menurut Tri, dampaknya akan terjadi pencemaran udara. Kesehatan masyarakat pun akan terpengaruh dengan kualitas udara yang buruk.
"Emisi yang dihasilkan gak sesuai. Itu yang bikin udara di kita seperti berkabut. Jakarta kalau siang, pagi saja cerah bentar terus jam 9 ke atas pelan-pelan gelap. Oang yang pakai BBM kualitas rendah membuat polusi udara. Merusak kesehatan masyarakat," ungkap Tri.
Meski begitu, Tri mengungkapkan pencabutan Premium dari pasaran dapat menyebabkan protes dari masyarakat.
Sehingga, Tri melihat pemerintah mencoba membiasakan masyarakat menggunakan BBM yang lebih ramah lingkungan.
Pembiasaan tersebut melalui penggunaan BBM yang memiliki RON lebih tinggi yakni Pertalite dengan RON 90.
"Pembakarannya lebih baik, emisinya lebih rendah. Walaupun mungkin belum memenuhi syarat euro 2 tapi enggak apa apa biar masyarakat belajar," tutur Tri.
Dirinya meyakini masyarakat pelan-pelan akan berpindah meninggalkan penggunaan Premium. Menurutnya, masyarakat akan terbiasa dengan penggunaan BBM dengan lebih tinggi yakni Pertalite dan Pertamax.
"Itu kan sarana pembelajaran biar mereka terbiasa. Kalau sudah pakai Pertalite kan lebih irit tarikan, lebih oke. Kalau diminta balik ke Premium lagi enggak mau," pungkas Tri.