Desember tahun lalu para eksportir, importir, dan industri pelayaran sempat mengalami masalah langka dan mahalnya peti kemas.
Hal itu terjadi karena beberapa negara melakukan lockdown sehingga suplai dan permintaan peti kemas tidak seimbang.
Tahun 2021, faktanya masalah tersebut masih belum terurai. Justru semakin diperparah dengan naiknya biaya muat kapal (freight). Lonjakan bisa mencapai 400 hingga 600 persen.
Menurut beberapa eksportir ini merupakan akibat dari gelombang kedua pandemi Covid-19.
Sudah selayaknya pemerintah perlu memfasilitasi kontrak angkut para eksportir dan importir dengan operator pelayaran jalur utama (main line operator/MLO).
Selain itu, perlu adanya insentif untuk peti kemas kosong dari daerah yang surplus ke daerah yang defisit.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Tengah, Arief Sambodo mengatakan, pihaknya sudah pernah berkirim surat kepada Kementerian Perindustrian terkait langka dan mahalnya peti kemas.
Sudah banyak pelaku UMKM, eksportir, maupun importir yang mengeluhkan keadaan ini ke pihaknya.
Dia mengatakan, persoalan kontainer langka ini berkaitan dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat.
"Kami meminta ada kebijakan untuk menekan biaya (freight) kontainer. Secara keseluruhan masalah ini masih belum ada solusinya," ujarnya.
Arief juga meminta kepada para pihak untuk bersabar. Sebab, pandemi ini membawa dampak yang cukup signifikan terhadap seluruh sektor ekonomi.
Namun, dirinya juga tak mau terlalu lama menunggu kebijakan kongkrit dari pemerintah.
"Selama menunggu munculnya kebijakan itu, kami terus melakukan jemput bola terhadap pelaku UMKM. Melalui kegiatan virtual untuk mengenalkan produk mereka terhadap konsumen lokal.
Supaya pasar lokal bisa menjadi backup dikala mahalnya biaya ekspor," jawab Arief yang juga masih menjalani isolasi mandiri.