Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) Risky Kusuma Hartono mengatakan, bahwa perlu ada simplifikasi atau penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau (CHT).
Menurut dia, struktur saat ini yang terdiri dari 10 lapisan dinilai kurang efektif dalam mengurangi konsumsi tembakau di Indonesia.
“Dari penelitian menunjukkan, sistem multilayer bahkan dapat meningkatkan prevalensi perokok aktif karena penerapan harga rokok di pasaran cenderung lebih rendah dibandingkan dengan strata tarif CHT yang lebih simpel,” ujarnya melalui siaran pers, Rabu (21/7/2021).
Risky menjelaskan, konsumsi tembakau menimbulkan eksternalitas negatif, termasuk kemunculan berbagai macam penyakit akibat paparan asap rokok.
Baca juga: Menteri Bintang: Rokok Ancaman dan Bukan Solusi Permasalahan bagi Remaja
Karena itu, pengendalian konsumsi rokok perlu segera dilakukan, terutama dalam mendukung ketercapaian RPJMN 2020 hingga 2024.
Baca juga: Pemerintah Diminta Beri Sanksi ke Penjual Rokok Murah agar Konsumsi Terkendali
"Simplifikasi strata tarif CHT perlu segera diterapkan sedini mungkin. Apalagi mengingat pentingnya simplifikasi strata tarif CHT ini terhadap efektivitas pengendalian konsumsi rokok termasuk kepada anak-anak,” katanya.
Simplifikasi strata tarif CHT dapat dilakukan secara bertahap setiap tahun hingga menuju 2024 sesuai dengan rencana Kementerian Keuangan.
Sebelumnya, Asisten Deputi Fiskal Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Gunawan Pribadi menyampaikan, kebijakan pemerintah saat ini sudah mengarah pada penyederhanaan struktur tarif CHT.
“Kita memang saat ini mengarahnya kepada simplifikasi struktur tarif cukai hasil tembakau karena sistem ini lebih best practice dan memberi benefit,” pungkasnya.
Kementerian Keuangan sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146 Tahun 2017 tentang CHT, di mana ada roadmap penyederhanaan struktur tarif.
Namun saat mau berlaku pada 2019, pada 2018 terbit PMK Nomor 156 Tahun 2018 yang membatalkan roadmap simplifikasi tersebut.