Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para pengusaha telah menyiapkan skenario pengurangan jumlah karyawan jika PPKM Darurat atau PPKM level 4, diperpanjang kembali setelah 25 Juli 2021.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa mengatakan, perpanjangan PPKM Darurat jelas sangat berdampak berat ke industri tekstil, dan ujungnya berefek ke pemangkasan jumlah karyawan.
"Efeknya karyawan kontrak ini, mau tidak mau dengan berat hati pasti perusahaan akan kurangi atau putus karyawan kontrak dulu," ujar Jemmy secara virtual, Rabu (21/7/2021).
Baca juga: Pengusaha Rental Mobil Sebut Makin Lama Penerapan PPKM Darurat Dampaknya Semakin Buruk
"Ini tidak dapat dihindari, jadi kami mohon kerja samanya PPKM ini tidak diperpanjang, diperlonggar supaya roda ekonomi bisa berputar kembali," sambung Jemmy.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menambahkan, sebagian besar karyawan pusat perbelanjaan pada saat ini dirumahkan, karena tidak dapat beroperasi saat PPKM Darurat.
Baca juga: Daftar Daerah yang Terapkan Perpajangan PPKM Darurat atau PPKM Level 4
"Ada juga PHK tapi relatif kecil saat ini, tahap kedua akan dilakukan jika PPKM Darurat bekepanjangan. Tahap kedua adalah dirumahkan dengan gaji tidak dibayar penuh sebagian, kemudian opsi terkahir adalah PHK," tuturnya.
Oleh karena itu, Alphonzus meminta pemerintah segera memberikan relaksasi pajak dan subsidi upah kepada pekerja agar pusat perbelanjaan dapat bertahan di tengah PPKM Darurat.
"Subsidi upah ke pekerja ini, contohnya karyawan memiliki gaji Rp 3 juta, pemerintah berikan subsidi Rp 1,5 juta ke pekerja, dan sisanya Rp 1,5 juta dari perusahaan," tuturnya.
KSPI: Ratusan Ribu Buruh Bakal Kena PHK Jika PPKM Darurat Diperpanjang Hingga Agustus 2021
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memperkirakan ratusan ribu buruh bakal kena pemutusan hubungan kerja (PHK), jika PPKM Darurat diperpanjang hingga Agustus 2021.
"Potensi ledakan PHK ratusan ribu, jika PPKM Darurat diperpanjang jadi enam pekan. Berarti satu bulan setengah, sampai Agustus 2021," tutur Presiden KSPI Said Iqbal saat dihubungi, Senin (19/7/2021).
Menurut Said, buruh yang berpotensi di PHK yaitu di sektor manufaktur, dan perkiraan angka ini hanya untuk wilayah Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Timur.
Baca juga: Pemerintah Perlu Siapkan Skema Alternatif Selain Penambahan PPKM Darurat
"Hitungan saya sederhana, angka buruh terpapar Covid-19 itu 10 persen atau sekitar 75 ribu. Kalau penyebarannya makin besar, pabrik mau tidak mau tutup dan tidak ada keuntungan, maka manajemen memutuskan pengurangan," papar Said.
Baca juga: Politisi Nasdem: Bantuan Sosial Harus Menyentuh Masyarakat Terdampak PPKM
Said pun menyebut, pekerja di sektor manufaktur atau pabrikasi tidak bisa menerapkan sistem bekerja dari rumah atau work from home (WFH), seperti layaknya orang kantoran.
"Pabrik itu tidak bisa WFH, misalnya pekerja di bagian A bekerja, bagian B WFH, dan bagian C bekerja. Itu tidak bisa jalan, dia tidak bisa lombat dari A ke C," ucapnya.
Diketahui, PPKM Darurat telah berjalan sejak 3 Juli hingga 20 Juli 2021, dan kini pemerintah belum memutuskan akan diperpanjang atau tidak.
Namun, sebelumnya pemerintah berwacana akan memperpanjang menjadi enam bulan hingga Agustus 2021, atau diperpanjang hanya sampai akhir Juli 2021.
Penularan Covid-19 di Pabrik Agresif, Buruh Minta Pemerintah Beri Sanksi Tegas ke Pengusaha
Buruh meminta pemerintah memberikan sanksi tegas kepada Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, karena tidak patuh aturan PPKM darurat.
Ketua Umum Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI) Dian Septi Trisnanti mengatakan PPKM darurat tidak berlaku bagi ratusan ribu sektor manufaktur TGSL (tekstil, garmen, sepatu, dan kulit) serta bagi jutaan pekerjanya.
Baca juga: Industri Masuk Zona Merah, Luhut Minta Jam Kerja Buruh Diperketat
"Di banyak sentra industri sektor ini (misal, Cakung, Tangerang, Subang, Sukabumi, dan Solo), puluhan pabrik masih beroperasi 100 persen. Para pekerja wajib bekerja, jika tidak mereka akan kehilangan pekerjaan," urainya dalam dialog virtual, Senin (19/7/2021).
Jutaan pekerja bekerja penuh waktu, bahkan melakukan lembur, dalam ruang tertutup dan padat, tanpa alat pelindung diri (APD, masker, hand sanitizer, fasilitas mencuci tangan, dll) dan fasilitas kesehatan memadai (klinik, tes awal, atau vitamin penunjang).
Baca juga: KSPI Minta Hak Buruh Dilindungi Saat PPKM Darurat
"Implementasi Omnibus Law UU Cipta Kerja No 11/2020 memperburuk situasi pekerja. Sejak awal tahun 2021, dengan merujuk pada UU Cipta Kerja, sejumlah perusahaan TGSL telah mengubah sistem kerja dari pekerja tetap menjadi pekerja kontrak atau pekerja borongan," imbuh Dian.
Akibat dari situasi klaster pabrik termasuk klaster penyebaran Covid-19 yang paling agresif.
Dian menambahkan berdasarkan data serikat pekerja/serikat buruh sektor TGSL dalam dua minggu terakhir ribuan anggota di wilayah Cakung, Tangerang, Subang, Sukabumi, dan Solo terpapar melalui tempat kerja/pabrik.
Baca juga: Agar Buruh Tak Jadi Korban PPKM Darurat, Pemerintah Harus Perjelas Subsidi Sektor Industri
Buruh meminta pemerintah RI untuk memastikan konsistensi dan sanksi PPKM darurat yang dinilai masih ambigu, longgar, dan berpotensi memperlambat penyelesaian pandemi Covid-19.
"Kami meminta pemerintah mendesak Apindo dan Kadin untuk memastikan pemenuhan hak-hak kesehatan pekerja selama masa pandemi Covid-19. Vaksin gratis bagi pekerja dan keluarga di lingkungan pabrik, jaminan upah dan fasilitas rehabilitasi kesehatan gratis tindakan nyata solidaritas sosial pengusaha di masa sulit ini," urainya.
Sebelumnya, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan kawasan industri masuk zona merah penyebaran Covid-19.
Dia pun meminta agar hal ini menjadi perhatian agar dapat segera menekan laju penularan Virus Corona.
“Masih ada yang perlu menjadi perhatian, salah satunya para buruh yang di mana industri ini masih banyak merahnya. Kalau bisa saya usul jadwal kerja mereka diperketat,” kata Menko Luhut yang juga penanggung jawab PPKM darurat, Rabu (14/7/2021).
Menko Luhut mengusulkan kepada Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah agar menerapkan mekanisme sehari kerja sehari di rumah.
“Kalau seharusnya dia bekerja sebulan 30 hari, ini jadi 15 hari. Jadi sehari di rumah, sehari di tempat kerja. Ini juga pada prinsipnya untuk menghindari para pekerja/buruh tersebut dirumahkan,” ungkap Menko Luhut.
Sudah 7.000 Karyawan Mall di Sumut Jadi Korban, PHK Diperkirakan Bakal Berlanjut
Pandemi Covid-19 benar-benar memukul sektor pusat perbelanjaan di Sumatera Utara.
Hingga kini telah ada 7.000 karyawan mall di Sumatera Utara yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Jumlah karyawan yang bakal di-PHK dipastikan bakal bertambah lagi dengan pemberlakuan PPKM Darurat yang semakin ketat.
Penasehat Asosiasi Persatuan Pusat Belanja Indonesia (APBI) Sumatra Utara Herri Zulkarnaen mengatakan, sekitar 7.000 karyawan di pusat pembelanjaan atau mal di Sumatera Utara terdiri dari karyawan pengelola mau pun karyawan dari penjaga toko seperti satpam, cleaning service, dan lainnya.
Baca juga: Cegah Gelombang PHK, Pengelola Pusat Perbelanjaan Minta Relaksasi Pajak
"Semuanya sudah kita kurangi untuk melakukan penghematan," kata Herri di Medan, Sabtu (17/7).
Ia mengatakan, manajemen tak mungkin tidak lakukan pengurangan sedangkan pendapatan sudah berkurang bahkan kalau sekarang banyak pengelola plaza bukan lagi survive melainkan sudah minus semuanya.
Dengan adanya PPKM darurat, jelasnya, kemungkinan bakal bertambahnya PHK bakal tambah besar.
Baca juga: PPKM Darurat, KSPI: Ledakan PHK Sudah di Depan Mata
"Itulah kondisi kami sekarang, apalagi kalau diperpanjang lagi nanti," tambahnya.
Di samping itu, Herri mengungkapkan pihaknya sebelumnya sudah berusaha menerapkan strategi namun hasilnya tidak signifikan.
"Dan kami tidak bisa pungkiri buat strategi lain lagi karena promosi yang sudah kita tawarkan secara online dan offline tidak jalan. Ditambah para penyewa tidak bayar sewa saat ini meminta stimulus terkait bagaimana kebijakan dari para pengelola agar mereka tetap bertahan," katanya.
Ditambahkannya saat ini pun meski pun mal tutup sementara namun tetap ada pengeluaran yang sangat tinggi.
Baca juga: Hadapi PPKM Darurat, Menaker Ida Minta Semua Pihak Upayakan Hindari PHK
Selanjutnya ia menyatakan, kerugian setiap mal yang tutup sementara saat ini di Sumut capai ratusan juta hingga puluhan miliar.
"Kalau masing-masing perusahaan itu tergantung besar kecilnya mal itu seperti Plaza Millenium kita alami kerugian sekitar 500 juta per bulan. Namun untuk mal yang besar itu di atas Rp 10 miliar per bulannya sebab meski pun tutup kita tetap menggunakan energi listrik yang sangat tinggi. Semakin besar mal semakin besar kerugiannya," ujar Herri.
Menurutnya, bila diperkirakan mal yang ada di Sumut ini sekitar 10 maka kerugian bisa capai Rp 50 miliar per bulannya.
Sementara itu, Herri menuturkan, sejak Covid-19 jumlah pengunjung sudah turun ditambah pengeluaran yang semakin meningkat karena harus menyediakan sanitizer, area pencuci tangan, alat cek suhu tubuh, sehingga pusat pembelanjaan ini sangat terpukul.
Baca juga: KSPI Minta Pemerintah Jamin PPKM Darurat Tidak Timbulkan Ledakan PHK
Dengan keadaan ini, Herri berharap pemerintah segera memberikan stimulus bagi pusat pembelanjaan untuk meringankan beban.
"Kami berharap dari pemerintah agar adanya stimulus karena sampai saat ini kami tidak diberikan, kami seperti anak tiri karena hotel saja diberikan stimulus. Setidaknya adanya stimulus berupa pengurangan pajak, biaya listrik, dan lainnya yang mempermudah kami. Pemerintah juga kita harap agar tegas atas dalam kebijakan ini dan jangan digantung-gantung terhadap semua sektor," tutupnya.
Pedagang Resah
Sejumlah toko pedagang nonesensial di pasar tradisional Kota Medan mulai tutup sejak hari ini hingga 20 Juli 2021. Pasar tradisional tersebut seperti Pasar Petisah, Pajak Ikan Lama, dan Pusat Pasar Medan.
Kabag Hukum Humas PD Pasar Petisah Hafiz Ibrahim Siregar mengutarakan bahwa hanya toko sembako, sayur mayur, dan toko esensial lainnya yang diizinkan beroperasi.
"Kita mulai hari ini hingga tanggal 20 Juli sudah tutup khususnya untuk pedagang nonesensial seperti pakaian, kosmetik, dan lainnya," ujar Hafiz, Jumat (16/7/2021).
Ditambahkannya, terkait penutupan sementara ini telah disosialisasikan beberapa hari lalu dengan para pedagang.
"Hal ini sudah kami sosialisasi jauh hari hingga semalam puncak kami imbau untuk tutup sementara," kata Hafiz.
Bahkan dengan kebijakan ini menurutnya, tentu berpengaruh pada pedapatan mereka karena tidak ada retribusi atau pengutipan dan ia mengaku ada sekitar ratusan pedagang nonesensial yang harus tutup sementara.
Sementara itu, Endar Lubis selaku pedagang pakaian mau pun perlengkapan busana muslim Pajak Ikan Lama Medan mengutarakan dengan kebijakan ini sangat membuat mereka para pedagang resah.
"Bagaimana kelangsungan hidup karyawan. Kita sudah tutup tapi apa kompensasi pemerintah. Nanti kita mati bukan karena corona tapi kelaparan. Yang saya pikirkan bagaimana nasib pegawai saya, apa yang mau dimasaknya berhubung kami harus tutup," tambahnya.
Selain itu para pedagang toko non esensial lainnya di pasar tradisional juga mengungkapkan hal yang sama dan sebagian besar terpaksa menutup karena takut didenda.
Namun, terlihat masih ada beberapa pengunjung yang hendak belanja di toko nonesensial bahkan terkejut saat melihat suasana pasar tradisional sudah sepi. (Kartika Sari)
Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul 7.000 Karyawan Mal Di-PHK, APBI Sumut: Rugi Rp 50 Miliar Per Bulan