Ngurah Beni Setiawan, Ketua FGD Pengembangan Blok East Natuna, mengatakan pemisahan CO2, beserta pemanfaatannya, merupakan tantangan terbesar untuk dapat mengembangkan blok East Natuna.
Untuk menjawab tantangan tersebut, dua buah penerapan teknologi dipaparkan pada sesi FGD, yaitu pemanfaatan supercritical gas expansion dan air laut sebagai pre-cooling untuk meningkatkan efisiensi pemisahan CO2, dan penggunaan wellhead turbo expander untuk menurunkan beban pendinginan selama proses pemisahan CO2.
“Di samping CO2 reinjection, beberapa alternatif pemanfaatan CO2 yang bertujuan untuk meningkatkan keekonomian juga didiskusikan secara komprehensif selama sesi FGD."
"Di antaranya adalah penggunaan supercritical CO2 sebagai working fluid pada pembangkit tenaga listrik (metode Allam-Cycle), serta pemanfaatan CO2 untuk EOR pada lapangan-lapangan minyak di Sumatera,” kata Beni.
Selain penerapan teknologi, dukungan dari pemerintah juga sangat diperlukan untuk mendukung keekonomian proyek raksasa tersebut.
Untuk hal ini, SKK Migas telah menyampaikan dukungannya dan keterbukaannya untuk berdiskusi mengenai kondisi fiskal dan insentif terkait pengembangan Blok East Natuna.
Hadi Ismoyo, mengatakan kebutuhan energi di Indonesia terus meningkat, dan di saat yang bersamaan Indonesia juga harus menghadapi tantangan untuk dapat menurunkan emisi karbon.
Di satu sisi, Blok East Natuna memiliki kandungan gas yang sangat besar yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi yang ramah lingkungan.
Di sisi lain, Blok East Natuna memiliki kandungan CO2 yang juga sangat besar yang perlu dicarikan solusi pemanfaatannya agar tetap dapat mendukung program penurunan emisi karbon serta dapat menghasilkan proyek yang ekonomis yang bisa mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia secara langsung maupun melalui multiplier effect yang dihasilkan.
“Berbagai macam alternatif solusi, baik teknis maupun non-teknis, yang telah dipaparkan dalam FGD ini diharapkan dapat mengantarkan semua stakeholder yang terlibat selangkah lebih dekat menuju pengembangan Blok East Natuna,” kata Hadi.
Blok East Natuna yang terletak di perairan Natuna, sekitar 225 km ke arah timur laut dari pulau Natuna.
Blok ini ditemukan pada tahun 1973, dan Pertamina ditugaskan sebagai operator sejak tahun 2017.
Lokasinya yang bedekatan dengan perbatasan wilayah negara-negara tetangga membuat geopolitik menjadi aspek penting dalam menentukan strategi pengembangan Blok East Natuna.
Saat ini geopolitik di kawasan Asia Pacific sedang memanas dengan bertemunya konsep One Belt One Road yang diusung oleh Republik Rakyat China dengan relasi Indo-Pacific yang dimotori oleh Amerika Serikat dan sekutunya.
Apabila diperlukan kerja sama dengan perusahaan migas internasional untuk mengembangkan Blok East Natuna, maka aspek geopolitik dan geoekonomi kawasan perlu menjadi salah satu bahan pertimbangan.