News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Cerita Pengusaha Rintis Bisnis Kopi dari Yakinkan Petani hingga Branding Kopi Minahasa Koya

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Almontana Paat, owner dari Elmonts Coffee, membangun bisnisnya dengan jerih payah selama bertahun-tahun. Bisnisnya tak jadi hanya dalam semalam, namun melewati proses panjang.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM - Almontana Paat, owner dari Elmonts Coffee, membangun bisnisnya dengan jerih payah selama bertahun-tahun. Bisnisnya tak jadi hanya dalam semalam, namun melewati proses panjang.

Sebelum merambah dunia entreprenuer, Almontana awalnya bekerja sebagai buruh pabrik di Negeri Sakura yaitu Jepang.

Tahun 2015 tetiba dia memikirkan untuk membuka kedai kopi di Sulawesi Utara. Tepatnya di Tomohon, tempat kelahirannya.

Baca juga: Penuhi Gaya Hidup Praktis, Kini Bisa Beli Kopi Segar Melalui Mesin Jual Otomatis

Tatkala itu, William Edison yang disebut Almontana sebagai mentornya, tengah berada di Jepang dan meyakinkan dirinya untuk pulang ke Tanah Air dan membangun pasar kopi.

"Mentor saya dari Bali yang bergerak di roastery itu pak William Edison, waktu dia ke Jepang, kita sharing, dia yang ngeyakinin kita cobalah pulang dan bangun pasar kopi disana. Dari statement dia, saya yakinkan. Pada akhirnya 2017 kita balik dari Jepang dengan persiapan alat-alat kopi, semua sudah siap kita jalankan," ujar Almontana, dalam webinar 'Bangga Buatan Indonesia - Pelangi Sulawesi - dari Sulawesi ke Mancanegara', Senin (23/8/2021).

Baca juga: 3 Manfaat Minum Kopi untuk Dukung Produktivitas di Tengah Pandemi

Kendala ternyata langsung bermunculan tatkala Almontana berencana merealisasikan keinginannya berusaha di Tomohon.

Perbedaan persepsi dan pemahaman bisnis yang berbeda dari orang tua, membuat Almontana akhirnya menyewa sebuah ruko di Tomohon. Yang ternyata ruko tersebut dibangun di atas tanah sengketa.

"Benar-benar waktu itu kita di posisi yang keruh banget. Tapi mau nggak mau harus memulai dengan pasti, punya keyakinan, optimisme, sudah bawa istri kesini mau nggak mau saya harus survive buat keluarga," katanya.

Tantangan Yakinkan Petani Kopi

Bisnis kopi yang ingin Almontana geluti, mengantarkannya untuk mencari petani kopi. Terutama petani kopi Minahasa Koya.

Baca juga: Jangan Abai pada Kopi dan Minuman Ini, Bantu Jaga Kesehatan Kulit

Akan tetapi saat melihat lahan yang digunakan memproduksi kopi dari seorang petani, Almontana mengaku kaget. Kondisi yang terpampang di matanya berbeda dengan bayangannya. Bahkan dirinya sampai harus meyakinkan petani kopi untuk mau bekerja baginya.

"Pas lihat kebun kopinya saya langsung 'Wah ini kayaknya berat tantangannya, ini nggak segampang yang kita pikirkan'. Mau nggak mau kita harus mengembalikan keputusasaan dari petani ini untuk percaya diri kembali membangun kopi mereka," kata Almontana.

"Waktu itu kebun kopinya sudah parah banget, bahkan kita sampai sewa tanah di kebun kopi itu. Petaninya kita gaji, hasilnya kita beli untuk ngeyakinin petaninya dulu bahwa kopinya punya kualitas kalau diolah seperti standar operasional prosedur," imbuhnya.

Baca juga: 7 Manfaat Kopi untuk Kesehatan Tubuh: Dapat Membantu Meningkatkan Energi dan Kecerdasan

Petani-petani kopi itu juga diajari pelan-pelan oleh Almontana, seperti menyortir kopi. Dengan iming-iming jika berhasil menyortir seperti yang diharapkan, maka akan diberi kenaikan harga jasa sortir.

"Awalnya harganya itu Rp40 ribu, kemudian saya ngajarin pelan-pelan, kalau bisa sortir sampai disini saya naikin jadi Rp65 ribu. Setelah mereka sudah bisa, baru kita kenalin pascapanen. Pascapanennya kayak gini bisa nggak, tapi harus direndam, harus difermentasi, kita ajarin juga," ujarnya.

Usaha Almontana tak berhenti disitu. Dia bahkan mendatangkan petani kopi yang sudah ahli atau mahir dari Jember dengan biaya sendiri.

Harapannya para petani kopi yang bekerja dengannya mampu memiliki pemahaman dasar bagus sehingga menghasilkan kopi berkualitas. Setelah setahun atau pada 2018, barulah kopi yang dihasilkan menghasilkan kualitas bagus.

Lantas, Almontana baru melakukan branding terhadap Kopi Minahasa Koya. Bahkan branding sampai dilakukan hingga Jakarta.

"Saya kirim perubahan kopi dari yang sebelumnya saya kirim, yang tadinya kemarin kita kirim kopi asal-asalan setelah diubah dia bilang 'wah udah bagus nih kualitasnya, saya mau dong 5 kg, 10 kg'. Terus kontak petaninya yang saya kasih. Biar petaninya langsung sama orangnya, saya lebih kesitu, nggak mau memonopoli pasar di kalangan petani," ungkapnya.

Edukasi Customer agar Hargai Kualitas Kopi

Menurut Almontana, kedai kopi masih sangat minim di Tomohon tempatnya membangun bisnis pada tahun 2017-2018. Karenanya dia sampai melakukan workshop di cafenya ataupun mengedukasi customernya tentang kopi.

Baca juga: Bakal Makin Agresif, Robocup Kembali Rilis Vending Machine Pembuat Kopi Tanpa Sentuh

Diharapkan edukasi tersebut dapat membuat customer mengenal lebih jauh kualitas kopi, yang berujung pada penghargaan pada harga kopi yang disuguhkan.

"Kita harus hospitality ke customernya, harus edukasi. Nggak langsung satu cangkir, minimal ada cangkir 20 gram, 30 gram untuk ngenalin 'oh ini lho kopi spesial dari Minahasa'. Akhirnya dengan takaran yang nggak terlalu asam, justru kita nonjolin yang ke manisnya, mereka mulai menerima nih kopi tanpa gula, lebih sehat, apalagi antioksidannya bagus juga, buat pencernaan juga," cerita Almontana.

"Jadi kita ngebangun tuh atau masukin sugesti ke customer untuk mengenal lebih jauh tentang kualitas kopi, biar harga kopi kita dihargai. Nah sekarang itu pasaran harga kopi Minahasa Koya atau kopi lokal di cafe saya itu Rp25 ribu," tambahnya.

Berkembangnya era digital juga dimanfaatkan Almontana dengan melayani pembelian via e-commerce. Tokopedia menjadi platform bagi dirinya untuk menjual kopinya hingga merambah Sumatera, Jakarta, hingga Bali. Terbaru dirinya memiliki keinginan merambah pasar Kalimantan.

"Sekarang nih Kalimantan (fokus) pasar kita, (alasannya) karena kalau misalnya jadi Ibukota dipindah in. Kita punya visi, tapi nggak tahu siapa tahu 2-3 tahun kedepan kita bisa buka cafe di Kalimantan. Tapi minimal produk kita dikenal dulu. Sehingga kita masuk, pasarnya sudah ada," kata Almontana.

Untuk pasar luar negeri, Almontana mengatakan baru dari Jepang yang kerap menjadi pelanggannya. Itupun terbantu dengan adanya teman-temannya disana atau wisatawan Jepang yang sempat mengunjungi cafenya di Tomohon.

"Ada wisatawan asing dateng ke cafe, akhirnya jadi temenan di medsos. Jadi kalau ada orang yang mau ke Jepang, kita hand carry ke mereka. Jadi kayak minggu ini ada 10 pax pemesanan, ya udah kalau ada hand carry nya ya kita kirim," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini