News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pentingnya Recovery Klaim Dalam Industri Asuransi

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi asuransi

Laporan wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Industri asuransi terus berupaya untuk bertahan di tengah badai Pandemi Covid-19.

Industri asuransi yang terdampak langsung pandemi kini dihadapkan pada sejumlah permasalahan, di antaranya yakni recovery klaim.

“Bisnis semakin baik walaupun iklim pandemi, Jadi kami mengadakan semacam peningkatan kemampuan dari anggota. Aspek yang penting inikan recovery klaim, yang orang lebih sekarang banyak fokus di penutupan asuransi tapi mungkin kurang maksimal optimal di recovery klaim,” ujar Ketua Konsorsium Suretyship dan Asuransi Kredit Indonesia Erickson Mangunsong dalam acara webminar bertema Handling Surety Claims Recovery & Growth Strategy In Bank Guarantee Insurance, Kamis, (26/8/2021).

Dalam pertemuan yang dihadiri 248 peserta konsorsium, Erickson menyampikan solusi agar recovery klaim bisa dimaksimalkan para peserta untuk meningkatkan performa perusahaan.

Pertama yakni siapkan administrasinya.

Kedua, perhatikan kontrak serta aktif.

Baca juga: MSIG Luncurkan Produk Asuransi dengan Layanan Telematika

“Jadi siapkan dulu perangkatnya buat asuransi, karena ini jelas-jelas sebagai satu satuan kontrak. Kenapa selama ini tidak terlalu diperhatikan, maka saya usulkan bentuk organisasinya minimal divisi, karena kita sama-sama tahu kita perlu recovery tapi recovery adalah satu rel tersendiri secara hukum," katanya.

Senada dengan Erick Mangunsong, praktisi Hukum dan Loss Adjuster yang kerap kali menangani kasus klaim asuransi, Nugaraha Budi Santoso menjelaskan Suretyship merupakan bisnis dalam asuransi umum yang memberikan jaminan atas kemampuan principal dalam melaksanakan kewajiban sesuai perjanjian antara Principal dan Obligee.

Saat ini menurutnya, perusahaan asuransi telah mendapatkan kepastian hukum dalam menjalankan bisnis Suretyship dan menerbitkan polis, dengan adanya Perpres Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Peraturan OJK (POJK) Nomor 69 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah, serta Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 5/PUU-XVIII/2020.

Baca juga: Seberapa Penting Beli Polis Asuransi untuk Lindungi Smartphone? Begini Penjelasannya

Nugraha menjelaskan perusahaan asuransi akan melakukan pembayaran klaim kepada obligee atau pemilik proyek.

"Apabila dalam pelaksanaanya pekerjaan proyek gagal, tidak selesai tepat pada waktunya atau lalai dalam kualitas pekerjaan seperti yang ditentukan dalam kontrak, sebagai akibat dari pihak Principal selaku kontraktor pelaksana melakukan wanprestasi," katanya.

Sesuai dengan surat perjanjian ganti rugi di hadapan notaris menurutnya, maka principal mempunyai kewajiban untuk membayar ganti rugi atau recovery kepada perusahaan Asuransi.

Baca juga: Teknologi Digital Bakal Tingkatkan Efisiensi Industri Asuransi

Namun, kata dia tidak dapat dipungkiri, dalam prosesnya sering dijumpai berbagai kendala dalam memperoleh recovery, di antaranya adalah principal tidak bersedia membayar, principal tidak memiliki asset, principal memiliki asset namun tidak mau membayar, principal tidak ditemukan alamatnya, Principal meninggal dunia, serta Obligee dan Principal tersangkut masalah hukum.

Nugraha memberikan tips dalam sengketa perkara wanprestasi agar perkara dapat dimenangkan.

"Dalam proses penutupan Surety Bond, perlu disiapkan jaminan (asset) dari Principal dan perlu diperhatikan agar asset tidak sedang dalam jaminan atau agunan pihak ketiga agar ketika mengajukan gugatan dapat dimohonkan sita jaminan," ujar Nugraha.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini