Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Karakteristik perusahaan teknologi digital dengan valuasi lebih dari 1 miliar atau unicorn, dinilai berbeda dengan perusahaan konvensional yang sebelumnya sudah tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Oleh sebab itu, investor saham, khususnya investor ritel, harus tetap memperdalam literasi dan edukasi terkait dengan pasar modal sebelum berinvestasi di saham-saham unicorn.
Baca juga: Kritikan dari Senayan: Marketplace Unicorn Kok Lebih Banyak Diisi Barang Impor?
“Kita harus berhati-hati sebelum membeli saham unicorn. Kalau sudah memutuskan masuk ke saham IPO, apalagi unicorn, potensinya fluktuasi. Tidak hanya saham unicorn, tapi yang lain juga, kita harus menyiapkan budget sesuai dengan konsekuensi,” ujar CEO Coffeemeetstock, Theo Derick, Rabu (1/9/2021).
Menurut Theo, perusahaan teknologi digital melihat prospek dan pertumbuhan di masa depan.
“Jadi, perusahaan-perusahaan ini terjun IPO dengan visioner yang bener-bener jauh ke depan. Bukan dengan laporan keuangan yang memang sudah jelas ada cash dan profitnya, karena perusahaan teknologi itu rata-rata pasti masih merugi,” ucapnya.
Baca juga: BEI dan OJK Janji Lindungi Investor Gurem yang Beli Saham Perusahaan Unicorn
Sebelum membeli saham perusahaan unicorn, kata Theo, investor ritel tetap bisa melihat prospektus perusahaan di website BEI.
Selain itu, secara taktikal investor ritel bisa melakukan penyesuaian budget sekitar 10 persen sampai 20 persen dari dana investasi untuk belajar, dan melihat perkembangan, serta mendukung perusahaan teknologi digital di Indonesia.
Baca juga: Nium, Startup Portfolio MDI Ventures Menjadi Unicorn-Global B2B Payments Pertama di Asia Tenggara
“Kemudian setelah kita sudah masuk yang 10 persen sampai 20 persen, terus lihat performanya setahun. Nanti laporan keuangannya kan sudah kelihatan, kita bisa menilai lagi perusahaan ini ke depannya bagaimana, pengelolaan uang hasil IPO-nya bagaimana, baru kita bisa memutuskan akan menambah dana investasi kita atau tidak,” paparnya.
Theo juga mengingatkan, investasi di perusahaan teknologi pendekatannya melalui prospek masa depan, sehingga investasi di saham unicorn ini merupakan investasi jangka panjang.
“Kalau teknologi biasanya kita lihat ke industri dan ekosistem. Semakin ready ekosistemnya, maka semakin prospek perusahaan unicorn," tuturnya.
"Kita tidak bisa hanya melihat laporan keuangan, tapi kita lihat ekosistemnya. Semakin perusahaan ekosistemnya ready dan punya pondasi yang kuat, maka dapat menjadi investasi jangka panjang,” sambung Theo.