News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

SNI dan Regulasi yang Proporsional Kunci Optimalkan Manfaat HPTL

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah bersama pelaku industri, akademisi dan konsumen sedang merumuskan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk e-liquid setelah menyelesaikan standardisasi untuk produk tembakau yang dipanaskan pada awal 2021 lalu.

Hal ini dikonfirmasi oleh Edy Sutopo, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin.
 
"Penyusunan SNI itu dilakukan oleh Komite Teknis yang ditunjuk oleh BSN. Anggota Komtek itu terdiri dari berbagai unsur yang mewakili produsen, konsumen, pemerintah dan pakar serta praktisi,” kata Edy dalam keterangannya, Senin (20/9/2021).

Meskipun standardisasi untuk sebagian produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) sudah dirumuskan, langkah tersebut dirasa belum cukup untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh HPTL.

Menurut Roy Lefrans, Chief Executive Officer (CEO) NCIG Indonesia, perlu ada regulasi HPTL yang proporsional, yang dapat mendorong industri tersebut untuk berkembang.  
 
"Vape punya pasar yang sangat potensial untuk bertumbuh karena produknya yang jauh lebih rendah risiko dari rokok. Namun, perlu regulasi yang tepat agar memberikan kesempatan bagi investor luar negeri untuk semakin yakin melakukan investasinya ke sektor HPTL Indonesia. Salah satunya adalah dengan mengatur terpisah regulasi HPTL dari regulasi rokok," ungkap Roy.

Baca juga: Serikat Buruh Khawatirkan Nasib Petani Tembakau Jika Cukai Rokok Dinaikkan

Salah satu aspek regulasi yang menjadi sorotan Roy adalah penetapan cukai untuk produk vape, di mana produk untuk kategori close system (sistem tertutup) dinilai terlampau tinggi.

Dalam peraturan kementerian keuangan No. 198/PMK.010/2020 Cukai untuk sistem tertutup 11 kali lipat lebih tinggi dibanding cukai open system (system terbuka).

Roy menambahkan ketika cukai produk vape closed system dirumuskan, belum ada produsen vape closed system yang masuk di Indonesia.

Sehingga produsen tidak punya kesempatan untuk ikut memberikan paparan di dalam rumusan tersebut.
 
Padahal, vape sistem tertutup memiliki potensi domestik yang bertumbuh dan juga membuka kesempatan produksi untuk ekspor, karena produk tersebut sudah mulai diadopsi oleh negara maju, seperti New Zealand dan US sebagai produk alternatif tembakau.
 
"Jika dibandingkan dengan profil risiko yang jauh lebih rendah dari rokok, tentunya belum tepat jika vape diberikan cukai tertinggi 57 persen dengan sistem ad valorem. Oleh karena itu, kita berharap agar cukai untuk closed system mulai diatur spesifik per cartridge dengan besaran cukai yang lebih memungkinkan kita untuk punya ruang gerak untuk bertumbuh," kata Roy.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini