Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Pemerintah Amerika Serikat (AS) telah menggelontorkan dana sekitar 29 juta dolar AS kepada perusahaan farmasi Merck untuk pengembangan Molnupiravir.
Molnupiravir merupakan obat yang diklaim Merck dapat 'mengurangi risiko rawat inap atau kematian mencapai sekitar 50 persen', setelah dilakukan uji klinis pada pasien virus corona (Covid-19).
Namun terlepas dari pendanaan yang besar ini, Merck ternyata masih akan membebankan biaya kepada pemerintah federal sekitar 712 dolar AS untuk pil lima hari yang biaya produksinya mencapai 17,74 dolar AS itu.
Ini berarti pembayar pajak AS akan membayar untuk mark-up 40 kali lipat ini.
Hal ini pun ditentang Leena Menghaney dari Kampanye Akses Global Médecins Sans Frontires (MSF/Doctors Without Borders).
Baca juga: CDC: AS Akan Terima Vaksin yang Disetujui WHO untuk Wisatawan Asing
"Memanfaatkan keuntungan dari pandemi adalah sesuatu yang harus dihindari oleh perusahaan farmasi. Jika anda melihat harga generik, yang berkisar dari 15 hingga 20 dolar AS per perawatan, harga 700 dolar AS benar-benar keterlaluan," kata Menghaney.
Pil Covid-19 utuk penggunaan 5 hari yang diproduksi Merck itu sebenarnya memiliki harga 17,74 dolar AS dalam produksinya, namun perusahaan itu akan membebankan biaya sebesar 712 dolar AS kepada pemerintah negara itu.
Dikutip dari Russia Today, Senin (11/10/2021), produksi obat generik yang memiliki manfaat seperti Molnupiravir dianggap Menghaney sebagai jawaban terkait masalah harga.
Namun, obat tersebut adalah kekayaan intelektual Merck dan tidak dapat disalin secara legal oleh perusahaan lain. Demikian pula pil Covid-19 mendatang milik Pfizer, juga akan menjadi milik perusahaan itu sendiri.
Baca juga: Vaksin Zifivax Kantongi Sertifikat Halal dari MUI
Terkait Pfizer, penawaran pil ini berfungsi sebagai 'protease inhibitor', yang akan menghentikan reproduksi virus corona di dalam tubuh.
Inhibitor protease lainnya adalah ivermectin generik berbiaya lebih rendah, yang menurut beberapa penelitian menunjukkan tindakan yang sama terhadap Covid-19.
Baca juga: Malaysia Izinkan Penggunaan Vaksin Covid-19 Pfizer-BioNTech untuk Booster
MSF telah berkampanye mendukung proposal 'TRIPS Waiver' yang diusulkan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) oleh India dan Afrika Selatan (Afsel) pada tahun lalu.
Proposal tersebut akan mengesampingkan paten dan hak kekayaan intelektual lainnya pada vaksin, perawatan, tes serta alat kesehatan Covid-19 lainnya selama masa pandemi.
Meskipun didukung oleh lebih dari 100 negara, proposal tersebut telah diblokir oleh apa yang disebut MSF sebagai 'sekelompok kecil anggota WTO', termasuk Uni Eropa, Inggris, Norwegia dan Swiss.
Terkait pendanaan untuk penelitian Merck dan Pfizer, AS memang telah melakukannya, namun negara itu ternyata turut mendukung TRIPS Waiver.
Obat tersebut saat ini sudah dalam tahap produksi dan pengujian generik di India. Menghaney mengatakan biayanya penggunaan per harinya mencapai antara 15 hingga 20 dolar AS untuk satu penggunaan.
Namun, solusi generik ini masih menunggu persetujuan, dan pil yang lebih murah ini tidak akan tersedia di negara-negara yang menegakkan hukum kekayaan intelektual dengan lebih kuat.
Kendati demikian, Menghaney menganggap Undang-undang (UU) kekayaan intelektual seharusnya tidak dipatuhi di tengah situasi pandemi seperti saat ini.
"Negara-negara seperti Rusia dan Brazil yang memiliki kapasitas untuk memproduksi obat-obatan pun harus terus maju, terlepas dari hambatan paten dalam memproduksi obat-obatan ini," tegas Menghaney.