TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) angkat bicara soal gugatan Yusril Ihza Mahendra terkait larangan ekspor benih lobster.
Gugatan Yusril mewakili PT Kreasi Bahari Mandiri dan beberapa petani di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang menolak ekspor benih lobster.
Menurutnya, KKP tak berhak melarang barang/jasa termasuk ekspor benih lobster.
Juru Bicara KKP, Wahyu Muryadi mengatakan, larangan ekspor benih lobster yang terbit lagi di zaman Sakti Wahyu Trenggono sudah dikaji mendalam.
Baca juga: Penuhi Kebutuhan Benur Berkualitas, KKP Salurkan Bantuan Calon Induk Udang Unggul
Pelarangan ekspor benih lobster semata-mata untuk meningkatkan nilai tambah lobster dan memperkaya negara sendiri, bukan negara lain.
"Masak kita biarkan negara lain berjaya dengan memanfaatkan plasma nutfah kita. Kalau kita mau bersabar dengan cara membesarkan di dalam negeri maka nilai tambah lobster tentunya akan dinikmati para pelaku usaha yang lebih menguntungkan," kata Wahyu saat dihubungi Kompas.com, Rabu (20/10/2021).
Terkait gugatan Yusril, Wahyu tidak ambil pusing lantaran judicial review adalah hak konstitusional setiap warga negara. Namun, larangan ekspor benih lobster yang diterbitkan KKP sudah mempertimbangkan segala aspek.
Baca juga: Dukung Pembudidaya, KKP Larang Penjualan Benur di Bawah Lima Gram
Aspek utamanya adalah demi kepentingan nasional dan demi mensejahterakan para nelayan, termasuk pencari benur lobster. Sebab kebijakan tersebut disusul dengan solusi menghidupkan usaha budidaya lobster.
Bahkan untuk budidaya saja, pemerintah tetap membatasi penangkapannya. Nelayan baru boleh mengekspor lobster konsumsi dengan berat minimal 150 gram setelah melalui proses pembesaran dari ukuran 5 gram.
Sementara dari sisi kebijakan, larangan ekspor benih lobster sudah dibahas lintas kementerian, berupa harmonisasi kebijakan dan atas sepengetahuan Menseskab. Setiap peraturan menteri (Permen) yang terbit harus melewati prosedur tersebut.
Baca juga: Gubenur Jabar Terima Bantuan Isotank Oksigen untuk Penanganan Covid-19 dari Sejumlah Perusahaan
"KKP berkewajiban menjaga benih bening lobster sebagai plasma nutfah agar tidak dieksploitasi dengan cara diekspor ke luar negeri yang jelas-jelas akan menguntungkan negara lain, dalam hal ini Vietnam," ucap Wahyu.
Vietnam jadi Eksportir Lobster Terbesar
Wahyu menjelaskan, Indonesia akan lebih untung bila membudidaya lobster terlebih dahulu sebelum mengekspor.
Sebelum ekspor dilarang, benih lobster kerap dikirim ke Vietnam untuk dibesarkan di sana. Hal ini membuat Vietnam menjadi pengekspor utama lobster di dunia, padahal bibit tersebut didapatnya dari Indonesia.
Dengan pembesaran lobster, Indonesia berpotensi menjadi pengekspor lobster konsumsi utama di dunia, termasuk China yang merupakan pasar utama lobster hidup dunia.
Baca juga: Menteri Trenggono Ajak Pemerintah Vietnam Perangi Praktik Penyelundupan Benur
"Apalagi pasca perang dagang China-Australia, RI perlu merebut pasar China. Dan KKP bertanggungjawab dalam menjaga keberlanjutan ekonomi lobster. Lobster tetap lestari dan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya meningkat," beber dia.
Lebih lanjut dia menuturkan, ekspor benih lobster harus dihentikan lantaran Indonesia menjadi satu-satunya negara yang beberapa waktu lalu masih mengizinkan ekspor plasma nutfah. Di negara lain, plasma nutfah biasanya dilindungi secara ketat oleh negara.
Untuk melanggengkan upaya tersebut, pihaknya akan mendorong upaya budidaya lobster dan mencegah semaksimal mungkin segala penyelundupan benih ke luar negeri dengan bantuan aparat penegak hukum.
"Apa jadinya kalau kita menjadi satu-satunya negara di dunia yang mengekspor plasma nutfah? Lalu memberikannya dengan harga murah untuk dibesarkan dan menguntungkan negara lain? Kinilah saatnya kita berikhtiar membesarkan benur lobster," pungkas Wahyu.
Gugatan Yusril
Sebagai informasi, pengacara senior dan mantan Menkumham dan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra mengajukan Permohonan Judicial Review (JR) meminta Mahkamah Agung membatalkan larangan ekspor benih lobster.
Larangan tersebut tertuang dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2) juncto Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 17 Tahun 2021 yang ditandatangani oleh Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono tanggal 24 Mei 2021.
Yusril dan para advokat IHZA & IHZA LAW FIRM beralasan, kewenangan membatasi ekspor barang/jasa termasuk ikan dan benih lobster bukan terletak pada menteri KP, telah diambil alih langsung oleh Presiden dengan terbitnya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Adapun presiden telah mengatur sendiri barang dan jasa yang boleh diekspor dan diimpor melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2021 untuk melaksanakan Omnibus Law.
"Dengan aturan ini, jelaslah menteri KP telah bertindak di luar kewenangannya membuat peraturan yang melarang ekspor benih lobster. Tindakan di luar kewenangan itu bisa juga disebut sebagai tindakan sewenang-wenang dan mengada-ada," jelas Yusril.
Kebijakan Menteri KP disebutnya membuat pengusaha perikanan dan nelayan kecil terombang-ambing.
Mereka telah melakukan investasi dan mengurus izin penangkapan, penangkaran, dan ekspor benih lobster dengan biaya tidak sedikit. Namun biaya yang dikeluarkan tiba-tiba menjadi tidak kembali lantaran ekspor benih lobster kembali dilarang.
"Akhirnya yang menderita kerugian di tengah pandemi adalah para eksportir benih dan nelayan kecil di desa-desa. Pencitraan ternyata sangat mahal dan tega-teganya mengorbankan rakyat sendiri," sebut Yusril.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Digugat Yusril Soal Ekspor Benur, Ini Komentar KKP"