TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyatakan kemungkinan kebijakan uang muka atau down payment (DP) 0 Persen akan diperpanjang hingga 2023.
Beberapa waktu lalu BI telah memperpanjang DP 0 persen tersebut hingga 31 Desember 2022 bagi kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Sejalan dengan hal tersebut, bank sentral juga memperpanjang ketentuan rasio loan to value/financing to value (LTV/FTV) kredit atau pembiayaan properti menjadi paling tinggi 100% untuk bank yang memenuhi syarat NPL/NPF tertentu.
Dengan kata lain, masyarakat masih bisa menikmati insentif kredit pembelian rumah maupun pembelian kendaraan bermotor dengan DP 0% hingga akhir 31 Desember 2021.
Teranyar, Gubernur BI Perry Warjiyo membuka kemungkinan kebijakan ini bisa diperpanjang lagi, bahkan hingga akhir tahun 2023, tetapi dengan melihat pergerakan situasi.
Baca juga: Penyaluran KPR di Sejumlah Bank Menanjak, Bisnis Properti Diprediksi Terus Tumbuh
“Seusai dengan kebutuhan untuk memastikan kredit pembiayaan dari sektor keuangan dan dunia usaha terus bisa mendukung pemulihan ekonomi,” ujar Perry, Rabu (27/10/2021) dalam rapat KSSK.
Perry berharap, adanya insentif ini juga mampu membantu dalam merangsang pertumbuhan ekonomi untuk bisa tumbuh lebih kuat dan lebih tinggi.
Bank Indonesia (BI) memperpanjang pelonggaran rasio loan to value/financing to value (LTV/FTV) untuk kredit atau pembiayaan properti menjadi paling tinggi 100 persen berlaku efektif 1 Januari 2022 hingga 31 Desember 2022.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, kebijakan ini berlaku untuk semua jenis properti baik rumah tapak, rumah susun (rusun), rumah kantor (rukan), maupun rumah toko (ruku).
"Melanjutkan pelonggaran LTV/FTV kredit pembiayaan properti menjadi paling tinggi 100 persen," jelas dia dalam konferensi pers virtual, Selasa (19/10/2021).
Dengan diberlakukannya perpanjangan relaksasi rasio LTV/FTV ini, para calon konsumen bisa membeli properti tanpa membayar uang muka alias down payment (DP) 0 persen.
Untuk Milenial
Wakil Ketua Umum (Waketum) Real Estat Indonesia (REI) Bambang Ekajaya mengungkapkan, kebijakan ini akan lebih baik jika difokuskan untuk generasi milenial.
"Jadi, market (pasar) ini akan menjadi lebih baik kalau kita fokuskan ke golongan milenial," ujar Bambang dikutip dari kanal YouTube IDX Channel, Selasa (26/10/2021).
Baca juga: Pembiayaan KPR Diprediksi Meningkat Setelah BI Perpanjang DP Nol Persen
Menurut dia, pengembang melihat potensi generasi milenial cukup besar, terutama pada zaman serba digital saat ini.
Bambang melanjutkan, kebijakan ini memunculkan dua konsekuensi yaitu angsuran properti menjadi lebih tinggi serta jangka waktu mencicil menjadi lebih panjang.
"Dengan kondisi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang lebih tinggi, otomatis (membuat) angsuran menjadi lebih tinggi atau kita bisa melakukan dengan tenor lebih panjang," terang dia.
Sedangkan, perbankan dengan kehati-hatiannya tersebut memperhatikan faktor risiko yang membuat pemberian DP 0 persen menjadi tidak mudah.
Baca juga: Survei Indikator Politik: Gen Z dan Milenial Sangat Khawatir Masalah Korupsi dan Lingkungan
Bukan berarti perbankan tidak mampu memberikan kepada konsumen, melainkan mereka akan menyeleksi konsumen yang mendapatkan insentif ini.
Untuk tenor yang lebih panjang, contohnya, konsumen bisa mencicil properti dengan tenor 20 tahun menjadi 30 tahun.
Dengan tenor 30 tahun, kata Bambang, hanya segelintir orang yang memenuhi kapasitas tersebut karena terbentur usia. "Kalau KPR itu 30 tahun, maka usia yang bersangkutan itu harus di bawah 30 tahun," kata Bambang.
Maka dari itu, kebijakan perpanjangan relaksasi DP 0 persen akan lebih cocok jika berfokus pada generasi milenial.
Sebelumnya Direktur PT Ciputra Development Tbk (CTRA) Harun Hajadi menilai, kebijakan tersebut tergolong positif karena artinya BI memberikan kuasa kepada perbankan untuk menentukan besaran DP yang dipersyaratkan untuk nasabah atau konsumen.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa pihak perbankan saat ini cenderung berhati-hati. Dalam hal ini, jarang sekali bank-bank memberikan DP 0 persen atau rasio LTV/FTV hingga 100 persen.
Perbankan pun sudah memiliki sistem penilaian berbasis algoritma yang sesuai dengan risk appetite mereka.
“Kami kira perbankan sudah menjalankan prudentiality yang tinggi, karena sebagian besar penjualan kami bersifat pre-sales, jadi bangunan belum selesai dan masih ada jaminan buy back.
Maka dari itu, assessment bank yang baik juga bagus untuk CTRA,” ungkap Harun, Rabu (20/10/2021).
Pihak CTRA belum menentukan proyeksi marketing sales di tahun 2022 berdasarkan efek perpanjangan DP 0 persen untuk KPR ataupun rasio LTV/FTV hingga 100 persen.
Harun bilang, hal yang terpenting bagi CTRA adalah KPR selalu tersedia terlepas dari berapapun rasio LTV/FTV-nya.
Ia juga menyebut, selama ada kebijakan KPR, penjualan properti CTRA terbilang merata, baik untuk segmen menengah atas maupun segmen properti dengan harga terjangkau.
Sekadar informasi, hingga kuartal III-2021, marketing sales CTRA tercatat sebesar Rp 5 triliun atau lebih tinggi 45 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Adapun sampai akhir tahun nanti, CTRA membidik marketing sales sebesar Rp 6 triliun. Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) Jemmy Kusnadi tidak banyak berkomentar terkait kebijakan terbaru BI tersebut.
Yang terang, perpanjangan DP 0 persen untuk KPR akan berdampak positif bagi pemulihan ekonomi nasional, karena sektor properti memiliki efek berganda yang sangat besar terhadap roda perekonomian.
Manajemen SMRA juga masih memperhitungkan terlebih dahulu dampak perpanjangan DP 0 persen untuk KPR terhadap penjualan properti, termasuk potensi penjualan di tahun depan.
“Tentunya kami perlu menyiapkan strategi-strategi yang lebih baik lagi untuk tahun depan,” ungkap dia, hari ini (20/10/2021).
Dalam berita sebelumnya, SMRA berhasil membukukan marketing sales sebesar Rp 3,4 triliun di periode Januari-September 2021.
Angka ini setara 86 persen dari target marketing sales SMRA di tahun 2021 yang dipatok sebesar Rp 4 triliun.