Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kesehatan dan Keadilan menilai kebijakan penurunan harga PCR menguntungkan kelompok bisnis tertentu.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kesehatan dan Keadilan, yang tergabung dari ICW, YLBHI, LaporCovid-19, dan Lokataru, menyoroti soal penurunan harga jasa pelayanan pemeriksaan PCR oleh Pemerintah. M. Isnur mewakili koalisi tersebut, menerangkan, penurunan harga tersebut tidak mencerminkan asas transparansi dan akuntabilitas.
"Kebijakan tersebut diduga hanya untuk mengakomodir kepentingan kelompok tertentu yang memiliki bisnis alat kesehatan, khususnya ketika PCR dijadikan syarat untuk seluruh moda transportasi," ujar Isnur dalam keterangannya, Senin (1/11/2021).
Koalisi Masyarakat Sipil memaparkan ketentuan mengenai harga pemeriksaan PCR setidaknya telah berubah sebanyak empat kali.
Pada saat awal pandemi muncul, harga PCR belum dikontrol oleh Pemerintah sehingga harganya sangat tinggi, bahkan mencapai Rp2,5 juta.
Baca juga: Harga Tes PCR Turun Jadi Rp 275.000 di Jawa-Bali dan Rp 300.000 di Luar Pulau Jawa-Bali
Kemudian pada Oktober 2020 Pemerintah baru mengontrol harga tersebut PCR menjadi Rp900.000.
Sepuluh bulan kemudian harga PCR kembali turun menjadi Rp495.000-Rp525.000 akibat kritikan dari masyarakat yang membandingkan biaya di Indonesia dengan di India.
Baca juga: Syarat Penerbangan Pesawat Lion Air Selama PPKM Lengkap dengan Tarif Tes PCR
Terakhir, pada 27 Oktober lalu Pemerintah kembali menurunkan harga menjadi Rp 275.000-Rp 300.000.
Isnur menerangkan, pihaknya melihat penurunan harga dapat dilakukan ketika gelombang kedua melanda, sehingga warga tidak kesulitan mendapatkan hak atas kesehatannya.
Baca juga: Akses RS dan Lab ke Aplikasi PeduliLindungi Bakal Diblokir Jika Langgar Ketentuan Harga PCR
"Penurunan harga PCR untuk kebutuhan mobilitas juga mencerminkan bahwa kebijakan ini tidak dilandasi asas kesehatan masyarakat, namun pemulihan ekonomi," terangnya.
Dari seluruh rangkaian perubahan tarif pemeriksaan PCR sejak awal hingga akhir, Koalisi mencatat setidaknya ada lebih dari Rp 23 triliun uang yang berputar dalam bisnis tersebut. Total potensi keuntungan yang didapatkan adalah sekitar Rp 10 triliun lebih.
Ketika ada ketentuan yang mensyaratkan penggunaan PCR untuk seluruh moda transportasi, ucap Isnur, perputaran uang dan potensi keuntungan yang didapatkan tentu akan meningkat tajam.
Berdasarkan anggaran penanganan Covid-19 sektor kesehatan tahun 2020, diketahui bahwa realisasi penggunaan anggaran untuk bidang kesehatan hanya 63,6% dari Rp 99,5 triliun.
Kondisi keuangan tahun ini pun demikian. Per 15 Oktober diketahui bahwa dari Rp193,9 triliun alokasi anggaran penanganan Covid-19 untuk sektor kesehatan, baru terserap 53,9 persen.
"Dari kondisi tersebut sebenarnya Pemerintah masih memiliki sumber daya untuk memberikan akses layanan pemeriksaan PCR secara gratis kepada masyarakat," tutur Isnur.
Terdapat 2 (dua) permasalahan dari kondisi di atas.
Pertama, Koalisi menduga penurunan harga PCR karena sejumlah barang yang telah dibeli, baik oleh pemerintah/perusahaan, akan memasuki masa kadaluarsa.
Dengan dikeluarkannya ketentuan tersebut, Pemerintah diduga sedang membantu penyedia jasa untuk menghabiskan reagen PCR.
Sebab, kondisi tersebut pernah ditemukan oleh ICW saat melakukan investigasi bersama dengan Klub Jurnalis Investigasi.
Kedua, menurut Isnur, ketertutupan informasi mengenai komponen biaya pembentuk harga pemeriksaan PCR.
Dalam sejumlah pemberitaan, BPKP dan Kementerian Kesehatan tidak pernah menyampaikan informasi apapun perihal jenis komponen dan besarannya.
"Dari catatan di atas, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kesehatan dan Keadilan mendesak agar: Pemerintah menghentikan segala upaya untuk mengakomodir kepentingan bisnis tertentu melalui kebijakan," imbuh Isnur.
Koalisi Masyarakat Sipil, lanjut dia, meminta Kementerian Kesehatan membuka informasi mengenai komponen pembentuk tarif pemeriksaan PCR beserta dengan besaran persentasenya.
"Pemerintah harus menggratiskan pemeriksaan PCR bagi seluruh masyarakat," tuturnya.