News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Faisal Basri Sebut Sejumlah Proyek Pemerintah Tak Efisien dan Kinerjanya Tidak Maksimal 

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ekonom Indef Faisal Basri

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom senior Faisal Basri mengatakan, sejumlah proyek infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah dinilai banyak yang tidak efisien serta kinerjanya tidak maksimal.

Faisal Basri membeberkan, contoh proyek-proyek tersebut seperti bandar udara (bandara) Kertajati, pelabuhan Kuala Tanjung, hingga Light Rail transit (LRT) di Palembang.

Bahkan untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, dinilai Faisal sebagai proyek yang memakan banyak anggaran.

Baca juga: Lebih Menjanjikan Mana, Kereta Cepat ke Surabaya atau Bandung? Faisal Basri Punya Pendapat Ini

Buktinya yang terbaru, proyek tersebut disuntik oleh anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebesar Rp 4,3 triliun.

"Kertajati tuh enggak ada pesawat ke sana, LRT di Sumatera Selatan sepi, kemudian juga (pelabuhan) Kualatanjung," ucap Faisal Basri saat menjadi pembicara dalam Sarasehan Nasional Gekanas, Rabu (10/11/2021).

"Kereta cepat yang sekarang juga (tidak efisien). Ditambah lagi uang APBN masuk kesana Rp4,3 triliun," sambungnya.

Baca juga: Ekonom Faisal Basri Minta Pemerintah Hentikan Proyek Kereta Cepat, Food Estate, dan Ibu Kota Baru

Dalam kesempatan yang sama, Faisal juga dengan tegas mengkritik Undang-Undang Cipta Kerja yang digadang-gadang oleh Pemerintah sebagai tonggak baru untuk mengerek investasi di dalam negeri.

Menurutnya, aturan tersebut sangat merugikan lingkungan, dan menguntungkan orang-orang yang berada dalam lingkaran pemerintah.

Sebagai contoh, pengusaha tambang batu bara dapat menikmati insentif bebas bayar royalti, jika melakukan atau meningkatkan nilai tambah produksinya.

Baca juga: Simulasi Kereta Cepat Ala Faisal Basri: Tarif Rp 250 Ribu, Butuh 139 Tahun Baru Kembali Modal

Dalam Pasal 39 Omnibus Law Cipta Kerja, pemerintah mengubah sejumlah ketentuan dalam Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2020, salah satunya dengan menyisipkan Pasal 128A.

Sesuai Pasal 128A(1), pelaku usaha yang melakukan peningkatan nilai tambah batu bara dapat diberikan perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara.

"Undang-undang cipta kerja ini didesain untuk mempermudah pengerukan kekayaan Indonesia. (Terutama) bagi orang-orang yang dekat dengan lingkungan kekuasaan," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini