PMN ini merupakan program negara dalam memperkuat permodalan BTN dan BNI guna menjalani sejumlah tantangan ke depan, termasuk program pemerintah.
Hingga akhir September 2021, BTN memiliki rasio kecukupan modal (CAR) sebesar 17,97% dan BNI sebesar 19,9%.
BNI memiliki rencana untuk melakukan aksi korporasi anorganik dengan mengakuisisi Bank Mayora demi menghadirkan bank digital.
Selain itu, BNI juga mendapatkan penugasan untuk memperkuat bisnis internasional.
Sementara itu, BTN masih berjibaku dalam program sejuta rumah dan terus menyalurkan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan.
Jika program FLPP ini terus berjalan maka ekspansi kredit dari BTN diperlukan permodalan kuat.
Baca juga: Pemerintah Gelontorkan Rp 4,3 Triliun PMN untuk Biayai Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
“Di situ urgensinya. Apalagi mendukung program utama pemerintah dengan menyediakan perumahan," ujar ekonom Joshua Pardede beberapa waktu lalu.
Analis pasar modal Hans Kwee menjelaskan bank perlu melakukan penguatan struktur permodalan agar ekspansi bisnisnya bisa lebih kencang lagi jalannya.
Apalagi dalam kondisi ekonomi yang mulai membaik.
“Penambahan modal lewat right issue tentu sangat baik dilakukan bagi bank, agar penyaluran kredit tahun depan bisa lebih besar lagi, termasuk bagi BNI maupun BTN dengan statusnya sebagai bank besar,” kata Hans.
Seperti diketahui, dampak pandemi covid-19 telah memaksa bank-bank melakukan restrukturisasi kredit dan membuat pencadangan yang besar, demi menjaga rasio NPLnya.
Baca juga: Pemerintah Resmi Berikan PMN Rp 35,13 Triliun ke Tujuh BUMN
Untuk proyeksi kinerja saham, berdasarkan riset di Asia, perbankan small cap tahun ini memang berjaya, return saham bank small cap di asia rata2 di atas 18% an dan di Indonesia bahkan bisa ratusan persen.
Namun, kata Hans, nampaknya situasi ke depan bakal berbalik.
Bank bigcap akan kembali menguat, seperti BBCA, BBRI, BMRI, BBNI termasuk BBTN.