TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjadi salah satu sektor yang rawan korupsi.
Menurutnya, korupsi yang biasanya menghiasi organisasi ini adalah gratifikasi, pemerasan, dan suap-menyuap.
Firli Bahuri mengatakan, tiga jenis korupsi itu masuk dalam 7 jenis cabang dan 30 bentuk/rupa korupsi yang dijelaskan dalam UU Nomor 20 Tahun 2021.
"Yang paling banyak terjadi dan melibatkan para penyelenggara ada 3 hal, korupsi dalam bentuk gratifikasi, korupsi dalam bentuk suap-menyuap, dan yang sering terjadi adalah pemerasan. Dan ini rentan terjadi dengan insan perpajakan," kata Firli dalam Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia), Kamis (2/12/2021).
Firli menuturkan, celah korupsi bisa terjadi lantaran insan pajak melakukan pemeriksaan dan penilaian terhadap kewajiban wajib pajak.
Dalam melakukan pemeriksaan, pegawai pajak memiliki kekuasaan tinggi, namun tidak dibarengi dengan integritas.
Baca juga: Tak Termasuk Laptop dan Handphone, Ini Daftar Fasilitas Kantor yang Kena Pajak
Celah pajak bisa tercipta ketika pegawai pajak mulai menelaah dokumen administrasi kelengkapan perpajakan, penilaian, membuat keputusan besar terkait pajak, sampai melakukan pemeriksaan di peradilan termasuk peradilan banding.
Kasus-kasus korupsi seperti itu kata Firli, memang tidak langsung merugikan keuangan negara dan merampas uang negara. Tapi tetap saja menerima suap, melakukan perbuatan curang, dan melakukan perbuatan konflik kepentingan.
"Kawan-kawan (di Ditjen Pajak) memiliki tugas pokok kewenangan yang luar biasa, karena melakukan pemeriksaan dan pelaporan terkait dengan perpajakan. Itu rentan semua terkait dengan kasus korupsi berupa suap, gratifikasi, dan pemerasan," beber Firli.
Firli mengaku prihatin masih banyak insan perpajakan yang masih terjerat kasus korupsi, di saat pemerintah berusaha mengumpulkan penerimaan negara saat pandemi Covid-19.
Apalagi, perpajakan adalah sumber pendapatan negara terbesar. Dalam APBN 2022, penerimaan perpajakan dipatok sebesar Rp 1.510 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 335,6 triliun.
Secara keseluruhan, pemerintah mematok target pendapatan negara sebesar Rp 1.846,1 triliun pada 2022.
"Ada keprihatinan karena masih ada saja insan perpajakan yang tersangkut dan terlibat terkait dengan tindak pidana korupsi di bidang pajak, rupanya adalah suap menyuap, rupanya adalah pemerasan, dan rupanya adalah gratifikasi," ungkap Firli.
Lebih jauh Firli mengungkapkan, korupsi adalah kejahatan kemanusiaan karena merampas hak-hak manusia.
Baca juga: Jalan Terus, Reformasi Perpajakan Tak Terhalangi Putusan MK Soal UU Cipta Kerja