TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Salah satu impian dalam sebuah keluarga adalah memiliki rumah sendiri.
Namun untuk mencapai hal tersebut bagi sebagian orang sangat sulit, karena mahalnya harga rumah yang diidam-idamkan tersebut.
Harga hunan terus melonjak tiap tahun, sementara penghasilan segitu-segitu saja.
Nah, cara untuk bisa mendapatkan rumah adalah dengan memanfaat program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) oleh perbankan.
Baca juga: Respons Permenaker 17, BPJS Ketenagakerjaan dan BTN Selenggarakan Akad KPR Massal
Namun, Felicia Putri Tjiasaka selaku Co-Founder Ternak Uang mengingatkan, ada tiga hal yang perlu diperhatikan sebelum mengajukan KPR.
Pertama adalah, kenali KPR.
Menurut Felicia, sebelum memutuskan untuk mengajukan KPR, Anda terlebih dahulu harus mengetahui cara 'bermain' KPR.
Pertama, perlu diingat sebelum mengajukan KPR, Anda harus membayar uang muka alias down payment (DP). Biasanya, nilai DP 20 persen dan sisanya diangsur atau dicicil maksimal 15-20 tahun.
"Nah, cicilan ini harus disesuaikan dengan kemampuan kita. Untuk diketahui, jumlah cicilan itu maksimal 30 persen dari total penghasilan bulanan yang diterima," kata Feli dalam siaran pers, Jumat (3/12/2021).
Baca juga: Dirut Jakpro Sambangi Gedung Merah Putih, KPK: Terkait Penyelidikan Formula E
Sebagai contoh, apabila seseorang punya pendapatan Rp10 juta per bulan, maka cicilan KPR yang disarankan adalah maksimal Rp 3 juta setiap bulannya.
"Namun perlu dicatat, persentase cicilan tersebut juga bersifat akumulatif. Artinya, jika si pengaju KPR juga punya angsuran lainnya, misalnya cicilan motor Rp 1 juta per bulan, maka besar maksimal cicilan KPR yang ditanggung adalah sebesar Rp 2 juta," terangnya.
Kedua, kata Feli adalah biaya KPR bukan hanya angsuran pokok dan bunganya saja, tapi juga ada biaya lainnya, seperti biaya appraisal, yaitu biaya untuk survei rumah yang akan ditaksir.
Biaya tersebut berkisar sekitar Rp 1 juta-Rp 1,5 juta.
Tak lupa, Anda juga harus menganggarkan dana asuransi jiwa dan kebakaran, yang besarannya tergantung umur pengaju cicilan dan nilai rumah yang akan dicicil.
Selain itu, ada juga beberapa biaya lainnya yang harus dibayar pengaju KPR, mulai dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), biaya balik nama, biaya notaris, dan Akta Jual Beli (AJB).
Baca juga: Dukungan Semakin Nyata, Nusa Tenggara Barat Deklarasi Dukung Jokpro 2024
Jika dihitung totalnya, biaya lain-lain itu mencapai sekitar 8-10 persen dari nilai rumah yang dibeli.
Jenis-jenis Bunga KPR ada bunga fixed, bunga yang ditetapkan sejak awal akad, biasanya konstan (flat) untuk jangka waktu tertentu.
"Misal, bunga fixed 5 persen untuk 5 tahun pertama. Ya selama periode tersebut, bunga yang dikenakan sebesar 5 persen," ungkap Feli.
Menurut Feli, ketika memasuki tahun ke-6 dan seterusnya, pembayaran KPR akan dipengaruhi bunga cap atau floating.
Bunga cap sendiri adalah bunga yang batas atasnya sudah ditentukan. Misalnya batas atasnya adalah 10 persen.
Jadi sampai cicilan selesai, bunga yang dibebankan kepada pencicil rumah tidak akan melebihi 10 persen.
Baca juga: BTN Siap Salurkan 250 Ribu KPR Per Tahun untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Ketiga, ada bunga floating. Artinya, bunga yang dibebankan mengikuti suku bunga Bank Indonesia.
Tidak ada batasnya dan bisa berubah tiap tahunnya.
Jika dilunasi kurang dari tenor yang ditentukan, pencicil rumah akan kena penalti sebesar 2-3 persen dari sisa harga pokok KPR.
Jika waktunya melebihi tenor, maka akan dikenakan bunga floating. (Akhdi Martin Pratama)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "3 Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Mengajukan KPR"