Laporan Wartawan Tribunnews.com, Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebutuhan energi di Indonesia masih ditopang oleh bahan bakar fosil berupa minyak dan gas bumi (migas).
Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017, terlihat volume migas meningkat, meskipun secara persentase menurun.
Dalam RUEN porsi minyak mencapai 28,8 persen dalam bauran energi nasional pada tahun 2020 atau secara volume mencapai 1,66 juta Barel Per Hari (BPH).
Sementara gas bumi sebesar 6.557 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) atau sebesar 21,2 persen dari bauran energi nasional.
Di 2030 nanti persentase bauran minyak sebesar 23 persen, namun secara volume meningkat menjadi 2,27 juta BPH. Sementara itu, porsi gas bumi naik hsmpir dua kali lipat sebesar 11.728 MMsccfd atau 21,8 persen.
Baca juga: Cadangan Migas Ditemukan di Natuna Timur, Tepat di Perbatasan Indonesia-Vietnam
Kemudian di tahun 2050, volume kebutuhan minyak diperkirakan terus meningkat mencapai 3,97 juta BPH dengan sementara persentase sebesar 19,5 persen.
Untuk gas bumi secara persentase meningkat menjadi 24 persen dengan volume menjadi 26.112 MMscfd.
Anggota Komisi VII DPR RI, Maman Abdurrahman, menyatakan melihat perkiraan konsumsi energi yang terus meningkat, ketahanan energi yang merupakan kepentingan nasional itu perlu terus diupayakan bisa tercapai. Indonesia perlu mengamankan pasokan energi yang tetap bergantung pada migas.
Baca juga: Natuna Utara Diklaim Masuk Wilayah China, Indonesia Diminta Hentikan Pengeboran Migas
“Tidak berlebihan jika target peningkatan produksi migas menjadi prioritas nasional,” katanya
Dia berharap, seluruh pihak terkait memiliki visi yang sama yakni mengamankan kepentingan nasional tersebut.
Baca juga: Revisi Undang-undang Migas Ditargetkan Rampung Akhir 2022
Target produksi minyak sebesar 1 juta BPH serta gas bumsi sebanyak 12 ribu MMSCFD pada tahun 2030, menurut Maman, masih bisa tercapai asal seluruh pihak berkolaborasi dalam menjalankan perannya masing-masing.
Dia mengatakan, DPR berencana untuk kembali membahas Revisi Undang-Undang Migas (RUU Migas).
Salah satu poin yang direvisi adalah memastikan adanya kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh kontraktor kontrak kerja sama (Kontraktor KKS). Saat ini mekanisme untuk mendorong Kontraktor KKS melakukan eksplorasi melalui Komitmen Kerja Pasti (KKP). Strategi pemerintah tersebut patut didukung.
“KKP akan juga diatur dalam UU Migas yang baru,” kata Maman.
UU Migas diharapkan juga mengatur insentif yang menumbuhkan minat kontraktor KKS dalam melakukan eksplorasi. Eksplorasi, kata dia, menjadi kata kunci untuk menemukan cadangan migas baru, sehingga target produksi bisa tercapai. Pemenuhan target produksi sangat penting jika dilihat dari proyeksi kebutuhan migas dalam RUEN.
“Kami berupaya agar UU Migas bisa mendukung iklim investasi, khususnya eksplorasi,” katanya. SKK Migas menyelenggarakan 2nd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2021 (IOG 2021) pada 29 November – 1 Desember 2021.
Dalam gelaran itu, semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam panel diskusi sepakat bahwa industri hulu migas harus terus tumbuh.
Caranya dengan kembali menggairahkan iklim investasi, meningkatkan kolaborasi, dan mengkaji insentif yang berdampak pada peningkatan produksi.
Dalam salah satu panel IOG 2021, Managing Director Eni Indonesia, Diego Portoghese, mengungkapkan, koordinasi dengan stakeholder di hulu migas sangat penting. Salah satu yang utama ketika mengajukan insentif yang bervariasi agar dapat diimplementasikan di proyek migas.
Hal ini mengingat tidak semua kontraktor migas membutuhkan insentif yang sama. Sebaiknya, pemerintah membuka dialog dengan masing-masing kontraktor migas untuk menentukan insentif yang tepat untuk diimplementasikan.
“Tujuannya agar lapangan migasnya bisa lebih menguntungkan, menarik, dan berkesinambungan,” kata Diego.
Pengamat Migas dari Universitas Trisakti, Pri Agung Rakhmanto, menjelaskan, peran pemerintah menjadi penting agar secara konkret menarik investor untuk bersedia eksplorasi dan eksploitasi.
Dalam tataran operasional, Pemerintah dituntut untuk mempercepat proses perizinan, persetujuan progam-program kerja dan anggaran, serta mempercepat eksekusi program.
Sementara itu, Parlemen diminta mengawal dalam membuat regulasi yang jelas, yang membuat investor tertarik untuk berinvestasi di Indonesia.
Pasalnya, dengan dana Pemerintah yang terbatas, dibutuhkan dana investor untuk temukan cadangan migas yang baru yang siap diproduksikan.
Peran kontraktor KKS, kata dia, tidak hanya menjalankan operasi eksisting saja. Kontraktor dituntut secara proaktif memberikan input masukan kepada pemerintah tentang apa-apa yang mereka perlukan untuk merealisasikan investasi mereka di eksplorasi dan eksploitasi tahap lanjut di wilayah non existing.
"Secara kolektif, semuanya mesti berkolaborasi untuk membuktikan kepada publik bahwa industri migas tetap strategis di era transisi energi dan bukan merupakan sunset industri," kata Pri Agung.