Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Guru Besar Dosen Tidak Tetap Ilmu Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Profesor Eddy Pratomo mendukung penuh sikap Pemerintah RI yang terkesan mengabaikan protes China atas pengeboran migas di landas kontinen RI di Perairan Natuna.
Protes China menurutnya tidak mengejutkan karena China memang sejak awal mengklaim perairan ZEE dan landas kontinen melalui nine-dash line.
“Seperti diketahui Lokasi pengeboran berada di landas kontinen Indonesia namun juga berada di dalam nine dash line,” ujar Prof Eddy saat ditemui di kantor Kemlu RI, Jakarta, Senin (6/12/2021).
Menurut observasinya, reaksi Pemerintah RI terhadap klaim ini sudah tepat dan konsisten, yang sejak awal sudah menolak keabsahan nine-dash line ini.
Arbitrase Tribunal UNCLOS tentang SCS 2016 juga telah mengkonfirmasi bahwa klaim sepihak China ini bertentangan dengan hukum internasional.
Baca juga: Pengamat Nilai Permintaan Penghentikan Pengeboran di Laut Natuna Utara oleh China Berlebihan
“Bertolak dari posisi hukum Indonesia yang cukup kuat ini, saya mencermati bahwa ketegasan Pemerintah RI tidak berubah dan telah mengambil langkah tegas dan konsisten,” ujarnya.
Pertama, Pemerintah RI telah mengabaikan protes RRT dengan cara melanjutkan pengeboran ini.
Baca juga: China Makin Agresif, Wakil Ketua MPR: Saatnya Indonesia Menyiapkan Militer Skala Penuh
Kedua, mengerahkan kapal-kapal penegak hukum untuk mengamankan kegiatan pengeboran.
Pengeboran minya di Perairan Natuna telah berhasil tuntas pada tanggal 19 November 2021.
Dengan tuntasnya pengeboran ini maka menurutnya soal protes RRT tersebut sudah kehilangan konteks dan tidak relevan lagi diributkan, karena tujuan pengeboran ini sudah tercapai.
“Perhatian kita sebaiknya lebih diarahkan untuk mendorong lagi berbagai aktivitas ekonomi di perairan hak-hak berdaulat RI di Laut China Selatan,” kata Prof Eddy.