TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para korban nasabah asuransi unit link mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bertindak tegas kepada perusahaan asuransi unit link yang telah merugikan nasabah.
Unit link merupakan produk asuransi jiwa yang dikaitkan dengan investasi dan memberikan dua manfaat sekaligus dalam satu polis, yaitu manfaat perlindungan serta manfaat investasi yang juga memiliki risiko sesuai dengan dana investasi yang dipilih.
Andrew yang merupakan nasabah salah satu asuransi unit link Prudential asal Jakarta menilai OJK bersikap setengah-setengah atau tidak punya pendirian dalam melindungi masyarakat dari produk asuransi.
"Saya sudah laporkan kasus saya pemalsuan tanda tangan sebanyak 10 polis ke OJK, tapi tidak ada penyelesaian dan saya bikin laporan ke polisi," kata Andrew saat RDP Panja dengan Komisi XI DPR, Senin (6/12/2021).
Setelah membuat laporan ke polisi, kata Andrew, pihak OJK melakukan penghentian investigasi, namun apakah benar tanggungjawabnya sebagai pengawas langsung lepas tangan ketika dilaporkan ke polisi.
"Sebegitu takutkah OJK dengan perusahaan asuransi," ucap Andrew.
Di tempat yang sama, Teti Marpaung yang juga merupakan nasabah asuransi Prudential mengaku uang di polis asuransinya hilang.
Ia mengaku mengikuti asuransi unit link sejak tahun 2013.
"Tiga polis saya pada Januari 2020 tiba-tiba nilai tunainya nol, tidak tahu hilang kemana?," ucap Teti.
Teti berharap OJK melakukan perbaikan dan membela nasabah asuransi yang hilang dananya, atau tergerus nilainya dengan besar tanpa pemberitahuan di awal.
"OJK ini seakan-akan takut dengan perusahaan asuransi. Saya sudah lapor ke OJK tapi tidak ada penyelesaian, dan kalau tidak bisa benahi, bubarkan saja OJK tidak ada gunanya," tuturnya.
Koordinator Komunitas Korban Asuransi Maria Trihartati (46) mengatakan kedatangannya ke DPR guna mengungkap bobrok penyelenggaraan produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit-link.
Komunitas yang merupakan pemegang polis unit-link dari AXA Mandiri, AIA, dan Prudential ini mengungkap beberapa masalah yang kerap terjadi di lapangan, terutama soal misselling dari para agen, yang dinilai sudah mengarah kepada menjebak dan menipu nasabah.
Baca juga: Banyak Timbulkan Masalah, OJK Akan Perketat Aturan Penjualan Asuransi Unit Link
"Saya dan para korban jauh-jauh dari rumah ke Jakarta bukan hanya untuk menuntut hak kami, tapi juga demi industri perasuransian Indonesia lebih baik tanpa produk unit-link," ujarnya.
Korban-korban asuransi yang datang ke DPR berasal dari beragam kota di Indonesia, di antaranya Jakarta, Tangerang, Surabaya hingga Medan.
Hal yang paling banyak diadukan adalah soal penipuan agen saat awal pengenalan polis.
Agen menyebut produk yang akan dibeli nasabah merupakan tabungan atau investasi, namun dengan bonus asuransi. Agen tidak menyebut produk tersebut adalah asuransi unit-link.
Terbitkan Aturan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menerbitkan peraturan yang lebih detail terkait produk asuransi unit link, hingga proses penjualan ke masyarakat.
Hal tersebut dilakukan OJK mengingat banyaknya korban nasabah asuransi unit link yang dirugikan.
Anggota Dewan Komisioner sekaligus Pengawas IKNB OJK Riswinandi mengatakan pihaknya telah melakukan kajian terhadap unit link yang merupakan produk asuransi dikaitkan dengan investasi.
"Investasi inilah yang sebenarnya jadi kunci, harus dipahami pemegang polis dan harus dijelaskan sebaik-baiknya secara transparan oleh perusahaan asuransinya," tutur Riswinandi.
Menurutnya, peraturan yang akan diterbitkan OJK saat ini masih dalam finalisasi dan diharapkan dapat diimplementasikan pada Desember 2021.
"Dalam ketentuan yang baru ini, diminta transparansi, jenis investasinya, biayanya, hasil investasinya harus disampaikan kepada pemegang polis," paparnya.
Dalam proses penjualan asuransi unit link, kata Riswinandi akan diatur lebih detail seperti memberikan pemahaman ke calon nasabah hingga wajib melakukan perekaman saat menawarkan ke masyarakat.
"Nanti rekaman ini harus direview perusahaan, apakah agen dan pemagang polis saling paham produk yang dibeli dan ditawarkan. Lalu dilanjutkan dengan welcome call yang dilakukan pihak perusahaan, bukan agen sebelumnya dan ini harus direkam," tuturnya.
Selain itu, OJK nantinya akan mengatur mengenai nilai pertanggungan dari produk unit link. Sehingga pihak-pihak yang ditargetkan untuk bisa menggunakan produk tersebut merupakan nasabah yang potensial produk asuransi unit link.
"Kemudian, nanti itu investasinya tidak diperkenankan melakukan investasi dengan instrumen dari luar negeri. Jadi betul-betul instrumen di dalam negeri yang bisa mudah dapat dipelajari masing-masing investor atau pembeli polis ini," paparnya.
Baca juga: Nasabah Korban Asuransi Unit Link: OJK Jangan Takut Menindak
Usul Moratorium
Anggota Komisi XI DPR Vera Febyanthy mengusulkan adanya langkah moratorium atau penghentian sementara penjualan produk asuransi unit link, karena telah banyak merugikan masyarakat.
"Kalau ini bisa kita lakukan siang ini, di dalam satu kesimpulan kenapa tidak bisa? Bisa kan kita lakukan (moratorium), kenapa kita minta OJK yang harus lakukan? kita kan bisa lakukan itu, keputusan itu ada di tangan kita," kata Vera saat RDP Panja dengan OJK dan korban asuransi.
Menurut Vera, keputusan politik seperti moratorium oleh Komisi XI DPR pernah dilakukan pada periode sebelumnya, di mana saat itu meminta bank swasta asal Amerika Serikat menghentikan penjualan salah satu produknya ke masyarakat agar tidak ada lagi korban bermunculan.
"Waktu itu punya masalah, dan kita buat keputusan politik, kita moratorium hentikan penjualan salah satu produknya," papar politikus Partai Demokrat itu.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR Satori meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap produk asuransi unit link yang jual perusahaan-perusahaan asuransi.
"Saya minta OJK evalusi ulang dulu, jangan sampai korban berkelanjutan, mereka masih menjual, mereka masih memasarkan," kata politikus NasDem itu.
Namun, Satori mengingatkan OJK ketika melakukan evaluasi produk unit link, tidak melupakan nasib nasabah yang merupakan nasabah asuransi unit link.
"Jadi dievaluasi keberadaannya, apakah izin operasionalnya, produk unit link-nya. Tetapi dengan syarat, nasabah yang ingin ambil haknya supaya bisa diselesaikan dulu, jangan sampai dievaluasi ulang tapi korban tidak bisa diselesaikan," tutur Satori. (Tribun Network/sen/wly)