TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjelang berakhirnya tahun 2021, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga November 2021 masih mencapai Rp611 triliun.
Angka itu setara dengan 3,63 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Namun jika dibandingkan dengan tahun lalu, defisit APBN pada November 2021 itu sudah lebih. Pada November 2020 defisit APBN mencapai Rp1.006,4 triliun atau 5,7 persen terhadap PDB.
”Defisit November 2020 5,7 persen, November 2021 sebesar 3,63 persen terhadap PDB. Ini adalah cerita mengenai pemulihan ekonomi dan pemulihan APBN yang mulai sehat kembali," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA, Selasa (21/12/2021).
Sri Mulyani menjelaskan, penurunan defisit itu terjadi seiring dengan kenaikan penerimaan negara. Tercatat, total penerimaan negara per November 2021 sebesar Rp 1.699 triliun atau naik 19 persen dari November 2020 yang sebesar Rp1.423,1 triliun.
Ia merinci penerimaan perpajakan sebesar Rp1.314 triliun atau naik 18 persen secara tahunan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp382,5 triliun atau naik 25 persen secara tahunan.
Baca juga: Sri Mulyani Pede Indonesia Mampu Bertahan dalam Menghadapi Tapering The Fed
Sementara belanja negara tercatat sebesar Rp2.310,4 triliun atau naik 0,1 persen secara tahunan per November 2021. Angka itu setara dengan 84 persen dari target belanja yang sebesar Rp2.750 triliun.
Sebelumnya, Sri Mulyani memproyeksi defisit APBN 2021 berkisar 5,2 persen-5,4 persen terhadap PDB.
Angkanya lebih rendah dari target yang mencapai 5,7 persen terhadap PDB. "Kami harap defisit tahun ini kecil dari 5,7 persen, mungkin 5,2 persen sampai 5,4 persen," ucap Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga memproyeksi defisit tahun depan sebesar 4,7 persen terhadap PDB. Angkanya lebih rendah dari target dalam APBN 2022 yang sebesar Rp4,85 persen.
"Tapi itu dengan estimasi penerimaan negara terjadi sebelum komoditas harganya naik dan reformasi pajak. Jadi harapannya defisit bisa lebih rendah," ujar Sri Mulyani.
Ia mengungkapkan kondisi ekonomi global saat ini memang belum sepenuhnya bangkit karena dampak pandemi Covid-19. Apalagi, saat ini ada varian omicron yang sedang merebak.
Dia mengakui berbagai negara sudah berupaya mengantisipasi meningkatnya varian omicron seperti dengan pengetatan atau social distancing. Menurutnya, upaya yang dilakukan dalam mengantisipasi virus tersebut mau tidak mau memang berimbas ke perekonomian.
“Beberapa negara melakukan pengetatan aktivitas masyarakat. Padahal Desember ada selebrasi Natal. Ini tentu akan menimbulkan dampak terhadap pergerakan masyarakat dan ekonomi,” kata Sri Mulyani.