Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Associate Director of Research and Investment Maximilianus Nico Demus menilai, kenaikan dari biaya energi dan bahan baku dapat menjadi pemicu terhadap kenaikan inflasi di 2022.
Hal tersebut di antaranya cukup terlihat dari kenaikan harga minyak goreng seiring dengan kenaikan harga crude palm oil (CPO) di pasar global.
"Selain itu, faktor cuaca juga ikut memberikan kontribusi kenaikan harga cabai yang turut memberikan dampak terhadap kenaikan harga produksi," ujar dia melalui risetnya, Rabu (5/1/2022).
Baca juga: Inflasi 2021 Tak Sampai 2 Persen, BI: Inflasi Rendah Dipengaruhi Permintaan Domestik yang Belum Kuat
Sementara, Nico menilai kenaikan inflasi pada Desember 2021 sebagai dampak dari cost push inflation, di mana konsumsi masyarakat belum sepenuhnya pulih.
Kemudian, kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga gas untuk jenis non subsidi ukuran 5,5 kilogram (kg) dan 12 kg dapat mempengaruhi kenaikan inflasi dan juga pengeluaran masyarakat.
Baca juga: Inflasi Rendah, Warga RI Dinilai Masih Berhemat Gara-gara Pandemi
Di sisi lain, tren kenaikan harga energi dinilainya sudah cukup terbatas di tahun ini, tapi kebijakan pemerintah untuk menambah porsi subsidi dapat memberikan dampak terhadap konsumsi domestik.
"Dalam hal ini, kami melihat dasar tarif listrik dan juga wacana penghapusan Premium serta Pertalite mampu memberikan dampak terhadap konsumsi masyarakat lebih besar di 2022," kata Nico.
Baca juga: Sempat Tembus Rp 100.000 Per Kg, Harga Cabai Rawit Merah di Pasar Gede Turun Jelang Tutup Tahun
Selain itu, kebijakan dari kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11 persen dan juga cukai rokok ikut menopang kenaikan inflasi tahun 2022.
"Sehingga dengan asumsi kenaikan dari biaya-biaya dasar tersebut, kami melihat inflasi pada 2022 dapat mencapai 3 persen hingga 4 persen," pungkas Nico.