Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Risalah yang dirilis dari pertemuan kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed pada 14 Desember hingga 15 Desember 2021 memandang pasar tenaga kerja sebagai "sangat ketat".
Selain itu, faktor kenaikan inflasi yang tak henti-hentinya dapat mendorong The Fed menaikkan suku bunga lebih cepat dari yang diharapkan, sehingga investor diminta bersiap.
Analis pasar modal Hans Kwee mengatakan, pelaku pasar semakin memperhitungkan Bank Sentral AS yang agresif.
Baca juga: The Fed Diramal Naikkan Suku Bunga 5 Kali, Bakal Berdampak pada Bank Sentral Negara Berkembang
"The Fed mencoba mengendalikan kenaikan inflasi berakibat naiknya imbal hasil. Pelaku pasar mengantisipasi peluang lebih besar dari 80 persen untuk kenaikan suku bunga setidaknya 25 basis poin pada pertemuan Maret (2022)," ujar dia melalui risetnya, Senin (10/1/2022).
Lebih lanjut Hans mengatakan, konsensus menyatakan bahwa The Fed berpeluang meningkatkan suku bunga acuan sebanyak 3 kali di 2022 atau 75 basis poin setelah selesainya proses tapering off pada Maret.
"Para pejabat The Fed sepakat untuk meningkatkan suku bunga acuan (fed funds) lebih cepat dari perkiraan dan bisa terjadi bulan Maret 2022. Bahkan sejumlah petinggi Bank Sentral AS yang paling dovish pun merasa perlu untuk memperketat kebijakan tahun ini," tutur Hans.
Baca juga: Analis Sebut Omicron Bukan Lagi Ancaman Pasar Keuangan
Adapun Presiden Fed St Louis James Bullard sebelumnya menyebut The Fed bisa mulai mengurangi balance sheet-nya segera setelah mulai menaikkan suku bunga.
"Sementara, Presiden Fed San Francisco Mary Daly, yang terkenal dovish, mengatakan pengurangan balance sheet tersebut akan mengikuti normalisasi suku bunga," ujar Hans.