Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyampaikan jajarannya sedang dipusingkan oleh kenaikan harga komoditas pangan.
Sejak akhir tahun 2021, harga cabai rawit merah hingga minyak goreng sempat mengalami kenaikan cukup signifikan.
"Tugas kita sekarang sedang banyak banget, Pak Oke, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri lagi lagi pusing ngurus gula dan satu lagi Dirjen Perdagangan Luar Negeri pusing ngurus minyak goreng. Sakit kepala semuanya," ungkap Mendag saat peluncuran BUMN Holding Pangan, Rabu (12/1/2022).
Mendag menuturkan kenaikan komoditas pangan di akhir tahun adalah masalah klasik.
Baca juga: Dengarkan Keresahan Warga, KSP Observasi Langsung Harga Minyak Goreng
"Saya terus terang dapat banyak komplain, terutama di ujung tahun terjadi kenaikan harga," imbuhnya.
Menurutnya, kenaikan harga telur pada kondisi normal semestinya mengalami kenaikan harga sebanyak dua kali.
Dia justru prihatin tahun 2021 kenaikan hanya terjadi satu kali karena adanya kebijakan PPKM.
Baca juga: Dorong Harga Minyak Goreng Terjangkau, Pengusaha Klaim Bakal Percepat Distribusi
"Sepanjang tahun biasanya ada dua sesi kenaikan harga, yaitu pada saat lebaran dan ujung tahun. Pada lebaran tahun ini karena ada PPKM, tidak terjadi pertumbuhan harga, malah terjadi deflasi," tuturnya.
Ia mengatakan saat harga telur naik Rp 32 ribu kg di penghujung tahun, para peternak tetap rugi karena harga rata-rata telur ayam di 2021 tidak sampai Rp 24 ribu per kg.
"Pada saat bersamaan, ongkos untuk memelihara telur dan ayam naik luar biasa. Dari Rp 34 ribu, Rp 30 ribu, sekarang udah di batas harga Rp 24 ribu," ujar Mendag Lutfi.
Mendag Lutfi juga menyinggung masalah harga minyak goreng yang masih terjadi hari ini.
Itu terjadi lantaran adanya kenaikan harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
"Pemerintah saat ini tengah melakukan intervensi agar harga minyak goreng tidak terlalu mahal dan terjangkau, yakni pada kisaran Rp 14 ribu per liter," tukasnya.
Produsen Kompak Naikkan Harga Minyak Goreng
Seperti diketahui para produsen kompak menaikkan harga dengan dalih menyesuaikan dengan harga minyak sawit (CPO) di pasar global.
Hampir tiga bulan, lonjakan harga minyak goreng di dalam negeri melesat tanpa kendali. Sejak dua bulan terakhir, minyak goreng juga berkontribusi besar terhadap inflasi.
Lonjakan harga minyak goreng di Indonesia ini jadi ironi, mengingat pasokan minyak sawit di Indonesia selalu melimpah. Bahkan tercatat jadi negara penghasil CPO terbesar di dunia.
Baca juga: 10.000 Warteg Akan Naikkan Harga Gorengan Jika Migor Tetap Mahal
Mengutip laman Pusat Informasi Pangan Strategis Nasional (PIHPS) pada Minggu (9/1/2022), harga minyak goreng per kilogramnya dijual di kisaran Rp 19.000 sampai dengan Rp 24.000.
Di Gorontalo, harga minyak goreng bahkan menembus Rp 26.350 per kilogramnya. Padahal sebelum melonjak, harga minyak nabati ini berkisar Rp 11.000 hingga Rp 13.000 tergantung kemasannya.
Sementara secara rata-rata nasional, harga minyak goreng di Indonesia minyak goreng kemasan bermerek adalah Rp 20.900 per kilogram.
Harga minyak goreng di Malaysia
Kenaikan harga minyak goreng sebenarnya tak hanya terjadi di Indonesia. Di negara tetangga terdekat Indonesia, Malaysia, juga dirundung lonjakan harga minyak. Kendati demikian, pemerintah Malaysia sejak tahun lalu sudah membanjiri pasar dengan minyak goreng subsidi.
Baca juga: Harga Minyak Goreng Melambung Tinggi, Berikut Kekayaan Para Bos Besar Sawit Indonesia
Dikutip dari laman resmi Kementerian Perdagangan Dalam Negeri dan Halehwal Pengguna (KPDNHEP), pemerintah Malaysia menetapkan harga minyak masak, sebutan minyak goreng di Malaysia, untuk kemasan sederhana adalah sebesar RM 2,5 atau setara dengan Rp 8.500 (kurs Rp 3.400).
Harga itu merupakan harga minyak goreng yang disubsidi pemerintah dengan kemasan plastik sederhana dalam program Cooking Oil Stabilization Scheme (COSS).
Untuk harga minyak goreng non-subsidi, per 31 Desember 2021, KPDNHEP merilis harga minyak goreng adalah sebesar RM 27,9 atau sekitar Rp 95.100 untuk ukuran 5 kg. Dengan kata lain, harga minyak goreng di Malaysia adalah sebesar Rp 19.020 per kilogramnya. Harga tersebut untuk beberapa wilayah seperti Negara Bagian Pulau Pinang.
Di Negara Bagian lain, harga minyak masak lebih tinggi seperti Negara Bagian Perlis yakni RM 28,29 dan di Negara Bagian Kedah RM 28,90 untuk setiap kemasan 5 kilogram.
YB Dato Sri Alexander Nanta Linggi, Menteri KPDNHEP menjelaskan, mengatakan pemerintah Malaysia menjamin kualitas minyak goreng sawit bersubsidi yang dijual dalam plastik polibag sama dengan yang dijual dalam botol.
Menurut dia, minyak goreng yang dijual dalam kemasan botol dan kaleng plastik tidak disubsidi dan harganya ditentukan oleh harga CPO di pasar dunia.
Warga Malaysia bebas memilih untuk membeli minyak goreng bersubsidi dalam kemasan polybag atau tidak bersubsidi yang dikemas dalam kemasan botol dan kaleng plastik.
“KPDNHEP sedang berdiskusi dengan beberapa kementerian dan lembaga terkait untuk memperbaiki mekanisme penerapan harga minyak goreng bersubsidi dan nonsubsidi untuk mengurangi beban konsumen,” katanya.
Meski harganya mengalami kenaikan, harga minyak goreng di Malaysia secara rata-rata nasional masih lebih murah ketimbang yang dijual di Indonesia.
Dalam perbandingan harga kebutuhan pokok antar-negara, faktor lain yang harus diperhatikan adalah pendapatan per kapita. Hal ini berpengaruh kemampuan daya beli.
Terbaru, PDB per kapita Malaysia adalah Rp 149,25 juta. sementara Indonesia memiliki PDB per kapita Rp 55,52 juta.
Sementara itu dikutip dari Reuters, Malaysia diperkirakan akan menghabiskan 8 miliar ringgit atau 1,95 miliar dollar AS untuk subsidi BBM dan minyak goreng tahun ini.
Nilai subsidi ini lebih dari dua kali lipat dari alokasi anggaran semula yakni 3,78 miliar ringgit.
Alokasi subsidi bahan bakar dan minyak goreng eceran ditetapkan setelah harga minyak goreng meningkat tajam karena kenaikan harga komoditas global, kata Menteri Keuangan Tengku Zafrul Abdul Aziz dalam sebuah pernyataan.
“Pemerintah siap menanggung belanja subsidi yang lebih tinggi untuk menjaga kesejahteraan rakyat dan kelangsungan usaha, terutama bagi pedagang kecil,” kata Tengku Zafrul.
Menurut dia, pemerintah menghabiskan 6,32 miliar ringgit dan 2,16 miliar ringgit untuk subsidi masing-masing pada 2019 dan 2020.
Bulan lalu, Perdana Menteri Muhyiddin Yassin mengumumkan paket stimulus tambahan senilai 9,7 miliar dollar AS, menjelang putaran terakhir penguncian. (Tribunnews.com/Kontan/Kompas.com)