Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Penelitian Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mohamad Miftah menyatakan, industri keuangan atau perbankan merupakan sektor yang menjadi peringkat pertama atau paling banyak mendapatkan serangan siber.
Berdasarkan data International Monetary Fund (IMF) tahun 2020, estimasi total kerugian rata-rata tahunan yang dialami sektor jasa keuangan secara global yang disebabkan oleh serangan siber.
Baca juga: Enam Juta Data Pasien Rumah Sakit Diduga Bocor, Ini Kata Pakar Keamanan Siber
"Serangan siber tentunya akan mencari keuntungan. Serangan siber di Indonesia hingga September 2021 sudah meningkat hampir 2 kali lipat dari tahun 2020," kata Miftah dalam webinar When Security Becomes a High Priority” Kamis (13/1/2022).
Kata Miftah, sebenarnya OJK sudah memiliki regulasi keamanan siber.
Baca juga: Cegah Kejahatan Siber, Percepatan Tranformasi Digital Harus Diimbangi Penguatan Keamanan
Untuk bank umum, ada empat pilar utama yang harus dilakukan.
Pertama, melakukan pengawasan aktif direksi dan dewan komisaris.
Kedua, kecukupan kebijakan, standar, dan prosedur penggunaan.
Ketiga, proses manajemen risiko terkait TI. Keempat, sistem pengendalian dan audit intern atas penyelenggaraan TI.
Sementara untuk BPR, OJK juga sudah mengeluarkan regulasi yang berkaitan dengan keamanan siber.
Mulai dari ruang lingkup penyelenggaraan teknologi informasi, wewenang dan tanggung jawab terkait penyelenggaraan teknologi informasi.
Lalu, kebijakan dan prosedur penyelenggaraan teknologi informasi, penyelenggaraan teknologi informasi bekerja sama dengan penyedia jasa, pengamanan penyelenggaraan teknologi informasi termasuk kerahasiaan data pribadi nasabah, dan fungsi audit intern penyelenggaraan teknologi informasi.
Meski begitu, dia menyatakan bahwa kemungkinan serangan siber akan semakin meningkat di tahun 2022.
"Karena dengan berkembangnya teknologi saat ini, kelemahan nasabah akan mudah dicari dan didapatkan oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Maka edukasi dan literasi pengguna layanan perbankan harus ditingkatkan," tegasnya.
General Manager Divisi Keamanan Informasi BNI Andri Medina mengatakan, serangan siber selama pandemi 2021 trennya naik dan turun.
Baca juga: Menko Polhukam Singgung Ancaman Siber hingga Radikalisme Saat Kunjungi Mako Brimob
Tiga bulan pertama di 2021, serangan siber melonjak. Namun di akhir tahun 2021, serangannya menurun.
Dia menjelaskan beberapa serangan siber yang dilakukan oleh phiser atau orang yang mengelabui nasabah perbankan.
Salah satu yang marak terjadi ialah adanya domain-domain palsu.
Misalnya ada beberapa orang yang mendapatkan link phising, kemudian diarahkan untuk membuka domain-domain tersebut.
"Apabila kurang waspada, nanti nasabah akan menjadi korban karena dipandu atau terjebak di dalam tipu muslihat orang yang tidak bertanggung jawab," kata Andri.