News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Harga Minyak Goreng

Siapa 'Menggoreng' Harga Minyak Goreng, KPPU Mulai Bertindak Selidiki Dugaan Kartel

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah warga antre membeli minyak goreng kemasan saat operasi pasar minyak goreng murah di Halaman Kantor Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (11/1/2022). Operasi pasar minyak murah yang dijual dengan harga Rp14 ribu per liter tersebut digelar sebagai upaya menstabilkan lonjakan harga minyak goreng di Indonesia. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Makin tingginya harga minyak goreng semakin meningkatkan kecurigaan akan permainan harga oleh para produsen minyak goreng.

Setelah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menengarai adanya praktik kartel 'menggoreng' harga minyak goreng. kini Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai bertindak.

KPPU menegaskan segera menyelidiki melambungnya harga minyak goreng tersebut.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur mengatakan, pihaknya masih meneliti praktik kartel dari para pelaku usaha, seperti pengusaha sawit.

Baca juga: Mendag Lutfi Pastikan 1,2 Miliar Liter Minyak Goreng Harga Terjangkau Disalurkan Pekan Ini

"Kami tengah meneliti persoalan itu (harga minyak goreng yang tinggi dan praktik kartel). Minggu depan insha Allah kami sampaikan ke media," kata dia kepada Kompas.com, Kamis (13/1/2022).

Namun sampai saat ini, pihak KPPU masih belum mengambil tindakan pemanggilan terhadap para pengusaha sawit atau produsen minyak goreng.

"Belum ada (pemanggilan pengusaha sawit maupun produsen). Penelitian di tim ekonomi kami," ucapnya.

Baca juga: Jika HET Minyak Goreng Rp 14 Ribu, Pemerintah Dinilai Gagal Atasi Tekanan Konglomerat Sawit

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengendus terjadinya praktik kartel di balik meroketnya minyak goreng di Indonesia.

Harga minyak goreng melambung dari sekitar Rp 11.000/kg menjadi Rp 20.000-an/liter dalam tiga bulan terakhir

Para produsen kompak menaikkan harga dengan dalih menyesuaikan dengan harga minyak sawit (CPO) di pasar global.

Sejak dua bulan terakhir, minyak goreng juga berkontribusi besar terhadap inflasi.

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, menyebutkan ada beberapa indikasi perilaku kartel di balik kenaikan harga minyak goreng di negara pengekspor sawit terbesar dunia ini.

Baca juga: 10.000 Warteg Akan Naikkan Harga Gorengan Jika Migor Tetap Mahal

"Saya curiga ada praktek kartel atau oligopoli. Dalam UU tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," kata Tulus saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (12/1/2022).

Kartel sendiri merujuk pada sekelompok produsen yang mendominasi pasar yang bekerja sama satu sama lain untuk meningkatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan menaikan harga, sehingga pada akhirnya konsumen yang dirugikan.

Indikasi kartel paling tampak dari lonjakan harga minyak goreng, lanjut Tulus, adalah kenaikan harga minyak secara serempak dalam waktu bersamaan.

Di sisi lain, selama ini minyak goreng yang beredar di pasaran juga dikuasai oleh segelintir perusahaan besar.

"Kalau kartel pengusaha bersepakat, bersekongkol menentukan harga yang sama sehingga tidak ada pilihan lain bagi konsumen," terang Tulus.

Kalau pun kenaikan harga dipicu lonjakan permintaan, hal itu bukan alasan mengingat Natal dan Tahun Baru (Nataru) sudah berlalu, namun harga minyak goreng masih saja tinggi.

Baca juga: Harga Minyak Goreng Mahal, YLKI Duga Ada Praktik Kartel

Terlebih, Indonesia adalah negara produsen sawit terbesar di dunia. Untuk pasar ekspor, produsen minyak sawit bisa berpatokan pada harga internasional.

Harga minyak CPO di pasar dunia yang tengah melonjak, tidak bisa jadi alasan untuk menaikkan harga minyak goreng yang dijual di dalam negeri.

Harga minyak goreng harus mengacu pada harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag).

"Kita kan penghasil CPO terbesar, kita eksportir bukan importir, jadi bisa menentukan harga CPO domestik.

Jangan harga internasional untuk nasional," ujar Tulus.

Menjual minyak goreng dengan harga mahal di dalam negeri tentunya mencedarai konsumen.

Mengingat sejatinya, perusahaan besar juga menanam sawitnya di atas tanah negara melalui skema hak guna usaha (HGU).

Di sisi lain, pemerintah juga banyak membantu pengusaha kelapa sawit dengan membantu membeli CPO untuk kebutuhan biodiesel.

Kartel merupakan adanya hubungan kerja sama antara beberapa kelompok produsen atau perusahaan yang sama, tujuannya untuk menetapkan harga, membatasi suplai dan kompetisi.

Mengutip laman Pusat Informasi Pangan Strategis Nasional (PIHPS) pada Rabu (12/1/2022), harga minyak goreng per kilogramnya dijual di kisaran Rp 19.000 hingga Rp 24.000.

Padahal sebelum melonjak, harga minyak nabati ini berkisar Rp 11.000 hingga Rp 13.000 tergantung kemasannya. Sementara secara rata-rata nasional, harga minyak goreng di Indonesia minyak goreng kemasan bermerek adalah Rp 20.900 per kilogram.

Pemerintah Bantah Ada Kartel

Namun, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan membantah dugaan adanya kartel minyak goreng.

"Tidak ada indikasi ke arah kartel," ujar Oke saat dihubungi Kompas.com, Kamis (13/1/2022).

Oke menjelaskan mahalnya harga minyak goreng dipengaruhi oleh mahalnya harga crude palm oil (CPO) dunia yang naik menjadi 1.340 dollar AS per metrik ton (MT).

Oleh sebab itu lanjut dia, untuk menjaga stabilitas harga di pasar, pemerintah akan menyalurkan minyak goreng subsidi yang dibanderol Rp 14.000 per liter pada pekan kedua Januari 2022.

Gagal Atasi Tekanan Konglomerat

Anggota Komisi IV DPR Hermanto menilai jika harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng menjadi Rp 14 ribu per liter, maka mengindikasikan pemerintah gagal atasi tekanan dari para konglomerat sawit.

Saat ini, sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2022, HET minyak goreng sebesar Rp 12.500 per kilogram atau sekitar Rp 11 ribu per liter.

Menurut Hermanto, kenaikan HET minyak goreng tidak perlu terjadi karena pemerintah memiliki kekuatan regulasi untuk mengkonsolidasikan para konglomerat tersebut.

“Pemerintah berdalih kenaikan HET minyak goreng itu terjadi karena kenaikan harga minyak sawit mentah (CPO) global, mestinya hal tersebut dapat diatasi karena sawit Indonesia melimpah. Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia,” kata Hermanto ditulis Kamis (13/1/2022).

Sebagai produsen CPO terbesar di dunia, kata Hermanto, mestinya pemerintah Indonesia dapat memainkan politik dagang dunia yang dominan mempengaruhi harga sawit global.

"Jangan sebaliknya, negara yang bukan penghasil sawit malah dominan mempengaruhi harga sawit global,” ucap politikus PKS itu.

“Kenaikan HET minyak goreng tidak perlu terjadi karena HET merupakan harga kompromi yang memenuhi unsur keadilan sosial untuk kemakmuran sebesar-besarnya bagi masyarakat dan proteksi negara terhadap masyarakat yang tidak mampu,” sambung Hermanto.

Ia menyebut, minyak goreng sudah menjadi komoditas pangan pokok strategis yang menjadi kebutuhan harian masyarakat Indonesia, di mana harganya memiliki dampak transmisi pada produk turunannya.

“Kenaikan harga minyak goreng akan memicu inflasi. Karena itu mestinya harganya perlu dijaga secara stabil oleh pemerintah,” kata Hermanto. (Tribunnews.com/Kompas.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini