News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Harga Minyak Goreng

Penghasil CPO Terbesar, Harga Minyak Goreng di RI Seharusnya Bisa Lebih Murah, YLKI: Kita Eksportir

Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah warga antre membeli minyak goreng kemasan saat operasi pasar minyak goreng murah di Halaman Kantor Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (11/1/2022). Penghasil CPO Terbesar, Harga Minyak Goreng di RI Seharusnya Bisa Lebih Murah, YLKI: Kita Eksportir

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, tak habis pikir dengan meroketnya harga minyak goreng di negara penghasil sawit terbesar di dunia.

Ia mengatakan, minyak goreng merupakan produk turunan dari minyak sawit (CPO) yang merupakan produk dalam negeri.

Namun anehnya dijual untuk masyarakat di dalam negeri dengan patokan harga global.

Baca juga: Satgas Pangan Polri Tegaskan Stok Minyak Goreng Aman, Tidak Ditemukan Aksi Borong

"Kita kan penghasil CPO terbesar, kita eksportir bukan importir, jadi bisa menentukan harga CPO domestik. Jangan harga internasional untuk nasional," ujar Tulus dalam pesan singkatnya seperti dikutip dari Kompas.com, Selasa (25/1/2022).

Menjual minyak goreng dengan harga mahal di dalam negeri tentunya mencedarai konsumen. Mengingat sejatinya, perusahaan besar juga menanam sawitnya di atas tanah negara melalui skema HGU.

Di sisi lain, pemerintah juga banyak membantu pengusaha kelapa sawit dengan membantu membeli CPO untuk kebutuhan biodiesel.

Bahkan pemerintah membantu pengusaha sawit swasta dengan mengucurkan subsidi biodiesel besar melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Ilustrasi: Penjualan minyak goreng di salah satu swalayan di Jakarta Selatan (Hendra Gunawan/Tribunnews.com)

Saat harga minyak sawit dunia naik, tak seharusnya pemain besar produsen minyak goreng menjual produknya dengan harga mahal yang membebani masyarakat.

Soal kenaikan harga karena alasan banyaknya pabrik minyak goreng yang tidak terintegrasi alias tidak memiliki kebun sawit juga tidak masuk akal.

Ini karena hampir semua pemain besar produsen minyak goreng juga menguasai perkebunan kelapa sawit. Minyak goreng yang diproduksi para pemain besar juga ikut melonjak.

"Saya curiga ada praktek kartel atau oligopoli. Dalam UU tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," kata Tulus.

Kartel sendiri merujuk pada sekelompok produsen yang mendominasi pasar yang bekerja sama satu sama lain untuk meningkatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan menaikan harga, sehingga pada akhirnya konsumen yang dirugikan.

Baca juga: Pedagang: Distribusi Minyak Goreng Subsidi Jangan Cuma ke Ritel Modern

Persaingan Bisnis Minyak Goreng

Para produsen minyak goreng cukup diuntungkan dengan adanya tren kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO) selaku bahan baku pembuatan produk tersebut. Lantas, bagaimana persaingan bisnis minyak goreng pada saat ini?

Berdasarkan berita sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyebut saat ini pasar minyak goreng di Indonesia terkonsentrasi pada empat perusahaan besar saja dengan pangsa pasar mencapai 46,5%. Sayangnya, KPPU tidak menyebut secara rinci nama-nama perusahaan besar tersebut.

Dalam catatan Kontan, terdapat beberapa perusahaan besar yang produk minyak gorengnya cukup familiar di pasar. Di antaranya, ada Grup Wilmar yang memiliki produk minyak goreng merek Sania, Siip, Sovia, Mahkota, Ol’eis, Bukit Zaitun, Goldie, Fortune, dan Camilla.

Wilmar memproduksi minyak goreng dari perkebunan sawitnya sendiri. Perusahaan yang berkantor pusat di Singapura ini memiliki luas lahan sawit mencapai 232.053 hektare (Ha) per 31 Desember 2020, yang mana 65% di antaranya berada di Indonesia, tepatnya di Sumatera, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Sisanya sebanyak 26% berada di Sabah dan Serawak, Malaysia, serta 9% di Afrika.

Wilmar juga memiliki 140 pabrik terkait pengolahan kelapa sawit di 10 lokasi Indonesia, seperti Sumatera dan Kalimantan.

Baca juga: Minyak Goreng Raib di Minimarket, Warga Kesulitan Mendapatkannya, Pemerintah Dianggap Salah Strategi

Kemudian, terdapat Grup Sinar Mas yang memiliki lini bisnis agribisnis dan pangan melalui Golden Agri-Resources Ltd (GAR) yang tercatat di Bursa Efek Singapura sejak 1999.

Perusahaan ini memiliki salah satu anak usaha di Indonesia yaitu PT Sinar Mas Agro Resources & Technology Tbk (SMAR) yang memproduksi beberapa minyak goreng seperti Filma, Kunci Mas, Mitra, dan Palmvita.

Minyak goreng tersebut dihasilkan dari perkebunan sawit milik Sinar Mas yang luasnya mencapai 137.600 Ha di Indonesia. Dari situ, sawit yang dipanen kemudian diproses di 4 pabrik rafinasi Sinar Mas dengan total kapasitas 2,88 juta ton per tahun sebelum akhirnya menjadi produk minyak goreng.

Berikutnya, terdapat Grup Indofood yang dimiliki oleh Keluarga Salim. Indofood menjalankan bisnis perkebunan melalui Indofood Agri Resources Ltd yang memiliki anak usaha di Indonesia yaitu PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP).

SIMP juga menjadi pemilik saham pengendali PT London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP). Dari bisnis perkebunan ini, Indofood dapat memproduksi beberapa merek minyak goreng seperti Bimoli, Delima, dan Happy.

Merujuk situs resmi Indofood, perusahaan ini mengelola perkebunan dengan luas lebih dari 300.481 Ha di Sumatera dan Kalimantan berdasarkan data per Juni 2019. Dari jumlah tersebut, sebanyak 250.172 Ha di antaranya ditanami oleh kelapa sawit yang kelak dapat menghasilkan minyak goreng. Indofood juga memiliki 26 pabrik kelapa sawit di Indonesia.

Grup Musim Mas yang berkantor pusat di Singapura juga menjadi produsen minyak goreng dengan merek seperti Sunco, Amago, M&M, Voila, dan Good Choice yang dapat ditemui di pasar Indonesia. Merek minyak goreng tersebut juga diekspor ke India.

Baca juga: KPPU Ungkap Pasar Minyak Goreng Indonesia Dikendalikan Empat Produsen Besar

Dalam catatan Kontan, luas kebun sawit Musim Mas mencapai kisaran 100.000 Ha. Musim Mas juga memiliki pabrik kelapa sawit yang mengolah Crude Palm Oil (CPO) menjadi beberapa produk turunan, termasuk minyak goreng.

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menilai wajar apabila perusahaan-perusahaan yang disebut tadi menguasai pasar minyak goreng di Indonesia.

Hal ini mengingat perusahaan tersebut memiliki kapasitas produksi yang besar, ditambah lagi bisnis mereka terintegrasi dari hulu sampai hilir.

Kualitas minyak goreng yang dihasilkan perusahaan-perusahaan tersebut juga sudah terbukti di pasar dan familiar di mata konsumen. “Mereka juga punya SDM dan kemampuan riset yang mumpuni untuk menghasilkan minyak goreng berkualitas,” imbuh Nafan, Senin (24/1).

Secara umum, produsen minyak goreng yang juga memproduksi CPO tentu diuntungkan dengan tren kenaikan harga CPO yang berlangsung sejak tahun lalu dan masih berlangsung hingga tahun ini. Kinerja penjualan perusahaan-perusahaan sawit tampak positif selama terjadinya tren kenaikan harga CPO global.

Baca juga: Dukung Kebijakan Pemerintah, Wilmar Pasarkan Minyak Goreng Rp 14 Ribu 

“Harga saham beberapa emiten produsen CPO juga tampak mengalami kenaikan sejalan dengan tren naiknya harga komoditas ini. Rating CPO ini dari kami masih overweight,” sambung Nafan.

Kenaikan harga CPO lantas memicu naiknya harga minyak goreng di pasar. Bahkan, harga minyak goreng sempat melebihi Rp 20.000 per liter di awal tahun ini. Pemerintah pun akhirnya mengeluarkan kebijakan harga minyak goreng kemasan murah sebesar Rp 14.000 per liter.

Nafan menilai, adanya kebijakan penyeragaman harga minyak goreng tersebut tentu bisa mempengaruhi kinerja produsen minyak goreng itu sendiri. Pasalnya, di atas kertas biaya produksi minyak goreng sedang meningkat di tengah tingginya harga CPO global.

“Persaingannya juga menjadi lebih sengit karena dengan harga yang seragam, maka sekarang pilihan benar-benar ada di konsumen yang tahu kualitas minyak goreng yang dibelinya,” ungkap dia.

Namun demikian, kebijakan tersebut memang patut diberlakukan demi menyelamatkan daya beli masyarakat yang masih terdampak oleh pandemi Covid-19.

Ketika daya beli terjaga, secara jangka panjang perekonomian nasional dapat terus tumbuh. Ujung-ujungnya hal ini akan berdampak positif bagi berbagai sektor industri, tak terkecuali industri sawit.

Para perusahaan sawit pun bisa mencari cara lain untuk mengoptimalkan momentum kenaikan harga CPO. Misalnya dengan memaksimalkan ekspor CPO ke negara lain ataupun menjual CPO untuk kebutuhan program biodiesel B30 di dalam negeri yang diyakini permintaannya sedang meningkat.

Beberapa produsen minyak goreng pun mendukung kebijakan minyak goreng murah. Executive Director PT Sari Agro Utama Persada, Wilmar Group Thomas Muksim mengatakan, pihaknya siap menjalankan arahan pemerintah, terutama yang menyangkut kebutuhan masyarakat.

Warga saat membeli minyak goreng seharga Rp 14 ribu per liter di minimarket Jalan Otista Raya, Kelurahan Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur, Rabu (19/1/2022) (TribunJakarta/Bima Putra)

Seluruh merek minyak goreng Wilmar saat ini sudah dipasarkan dengan harga Rp 14.000. Wilmar juga bekerja sama denga seluruh distributor agar produknya dapat menjangkau secara merata.

“Ke depan bersama pemerintah, kami siap mengevaluasi program ini agar lebih cepat dan baik ke seluruh Indonesia,” ujar dia dalam siaran pers yang diterima Kontan, hari ini (24/1).

Wilmar sendiri telah menyalurkan minyak goreng kemasan sederhana sejak November 2021 hingga akhir tahun sebanyak 1,1 juta kiloliter ke seluruh Indonesia.

Sementara itu, Sinar Mas Agri Resources & Technology atau SMART telah menyalurkan minyak goreng dengan harga terjangkau sekitar 600.000 liter dari target 700.000 liter hingga akhir 2021. Adapun sisanya akan disalurkan kembali pada Januari ini.

“SMART akan kembali mendukung kebijakan pemerintah di tahun ini dalam menstabilkan harga melalui distribusi minyak goreng dengan harga terjangkau,” tandas Pinta S. Chandra, Investor Relations Sinar Mas Agribusiness and Food, 11 Januari lalu. (Kontan/Kompas.com/Tribunnews.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini