Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya (OPEC+) menyetujui untuk kembali menghidupkan produksi minyak yang terhenti.
Namun, beberapa negara khawatir apakah mereka dapat memenuhi pasokannya apabila produksi ditingkatkan.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, koalisi 23 negara yang dipimpin Arab Saudi kemarin setuju untuk menaikkan sebesar 400.000 barel per hari pada Maret mendatang.
Baca juga: Rusia Berharap OPEC + Kurangi Pemangkasan Produksi Minyak pada Agustus 2020
"Namun, beberapa negara anggota sebagian gagal dalam menaikkan tingkat produksinya. Kurangnya investasi dan kerusuhan milisi berdampak terhadap eksportir dari Nigeria ke Libya, sehingga beban produksi di berikan kepada rekan rekan di negara Timur Tengah," ujar dia melalui risetnya, Kamis (3/2/2022).
Kekurangan produksi tersebut telah membuat harga minyak mentah mengalami kenaikkan ke level tertingginya dalam kurun waktu 7 tahun terakhir ke atas 90 dolar Amerika Serikat (AS) per barel.
Hal tersebut karena produksi yang ada ternyata masih gagal untuk mengimbangi kenaikkan permintaan akan konsumsi bahan bakar.
"Alhasil terciptalah inflasi, karena kenaikkan harga dapat diikuti dengan kenaikkan daya beli yang membuat berbagai bank sentral di belahan dunia menjadi pusing tujuh keliling dibuatnya," kata Nico.
Adapun saat ini dengan kapasitas cadangan masih terbatas bagi Arab Saudi, Uni Emirat Arah, Irak, dan Kuwait, OPEC+ bergerak dengan sangat cepat untuk menutupi kekurangan pasokan.
Namun hal ini akan mendorong kapasitas cadangan minyak akan mengalami penurunan dengan sangat cepat.
Baca juga: Ringgit Langsung Menguat Setelah OPEC+ Sepakat Pangkas Produksi Minyak
"Lalu, ketika pasokan semakin berkurang, dan tidak dapat mengikuti permintaan, maka ada kemungkinan harga minyak bisa berada di level 100 dolar AS per barel, dan tidak menutup kemungkinan harga minyak akan terus mengalami kenaikkan," pungkas Nico.
Sejauh ini 13 negara OPEC sudah meningkatkan kapasitas produksinya, tapi hanya 50.000 barel per hari pada bulan Januari karena berkurangnya produksi sebesar 140.000 barel per hari di Libya.
Sementara, 10 negara OPEC yang lain masih berusaha untuk mengelola produksi yang mengalami peningkatan sebesar 160.000 barel per hari pada Januari.