Kebijakan tak matang
Pengamat ekonomi Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Gunawan Benjamin mengatakan kebijakan Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi dalam mengatasi permasalahan minyak goreng dinilai tidak matang.
Menurutnya kebijakan yang dibuat Mendag terkesan terburu-buru dan justru menimbulkan polemik baru di masyarakat.
“Kalau arahan minyak goreng satu harga ke Rp 14.000, terus ke Rp 11.500, arahan itu sangat jelas di telinga konsumen, tapi arahan itu justru jadi polemik sekarang di tengah masyarakat karena stoknya tidak ada. Jadi memang kalau saya berkesimpulan, kebijakan yang diambil oleh Menteri Perdagangan ini tidak matang,” ujar Gunawan saat dihubungi wartawan, Selasa (8/2/2022).
Baca juga: Stok Minyak Goreng Murah Langka di Jawa Timur, Gubernur Khofifah Ungkap Penyebabnya
Gunawan menjelaskan, kebijakan Mendag yang menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng mendapatkan keluhan tidak hanya di level konsumen tapi juga di level pedagang terutama pedagang di pasar tradisional.
Pedagang, kata dia, mendapatkan keluhan dari konsumen yang merasa minyak goreng yang seharusnya sudah satu harga sesuai arahan Mendag tapi di lapangan pedagang masih harus menjual stok minyak goreng yang ia beli dengan harga di atas HET.
“Nah ini sebenarnya yang harus diselesaikan, karena memang kalau dikatakan kebijakan ini tidak efektif, saya tidak tau ini upaya apa yang tengah dilakukan oleh menteri perdagangan untuk menstabilkan harga, saya nggak paham bener, tetapi di lapangan memang kebijakan ini belum efektif sama sekali untuk meredam gejolak harga minyak goreng,” tuturnya.
Senada dengan Gunawan, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan kebijakan Mendag mengatasi persoalan minyak goreng minim persiapan.
Baca juga: Menunggu Janji Mendag Minyak Goreng Harga Rp 14.000 Tersedia di Pasar
Menurutnya, pemerintah dalam hal ini Mendag harus mampu menguasai jalur distribusi untuk memastikan kebijakan yang dibuat bisa berjalan di lapangan.
“Begini ya utamanya persiapannya sangat minim, karena dalam upaya ini yang diperlukan sekali itu adalah pemerintah bisa menguasai distribusinya, masalahnya pemerintah tidak memiliki distribusi itu,” ujar Piter.
“Jadi dengan penetapan harga jauh dari harga pasar tersebut, maka potensi untuk penyimpangan-penyimpangan pasti banyak terjadi, akan ada penumpukan, penyelundupan itu akan banyak; karena untuk keuntungan, pengusaha akan mencari keuntungan yang lebih besar. Jadi selama pemerintah tidak menguasi distribusinya ini kondisinya akan terus terjadi,” tuturnya.
Stok Sawit Harus Diamankan
Sementara Direktur Celios Bhima Yudhistira menerangkan, minyak goreng yang dijanjikan dijual dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) 11.500 perliter untuk minyak goreng curah, 13.500 perliter untuk kemasan sederhana dan 14.000 untuk kemasan premium, masih sulit didapatkan di pasaran. Baik di retail modern maupun pasar tradisional.
"Sekarang malah saling tuding antara produsen dan retailer soal stok. Jadi belum bisa diatasi. Harga masih bertahan di atas 18.900 untuk wilayah Jakarta dan 25.750 untuk wilayah Gorontalo, berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis," ujarnya saat dihubungi, Selasa (8/2).