TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menegaskan bahwa ritel modern yang masuk dalam anggota Aprindo tidak menimbun minyak goreng baik di gudang maupun di gerai.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey, menjawab tudingan adanya penimbunan minyak goreng oleh anggotanya.
"Prinsip dasar operasional kami adalah produk yang dikirimkan dari produsen dan distributor ke gudang peritel, maka akan langsung kami distribusikan ke gerai-gerai dan langsung dijual kepada Konsumen. Bukan hanya minyak goreng, tapi semua dan berbagai produk yang ada di gerai juga seperti itu," jelas Roy dalam siaran persnya, Jumat (11/2/2022).
Baca juga: Jaga Stok dan Harga, Holding BUMN Pangan Distribusikan 57,5 Ton Minyak Goreng ke Pedagang Pasar
Roy menuturkan, pihaknya tidak ada urgensi atau kepentingan harus menahan stok minyak goreng di gudang.
Selain gudang peritel sangat terbatas lantaran berisikan berbagai macam barang, model bisnis ritel modern adalah pengecer yang langsung menjual produk ke end user atau konsumen akhir sehingga tidak akan mungkin menjual barang-barangnya kepada agen atau pihak lain lagi.
"Bagaimana mungkin dan tidak masuk di akal sehat, ketika saat ini kita sendiri masih belum terpenuhi pasokan berdasar purchasing order (PO) kepada distributor minyak goreng kepada gerai gerai kami dan selalu langsung habis di beli oleh konsumen dalam waktu 2-3 jam sejak gerai dibuka, dengan demikian dari mana lagi stoknya untuk menjual ke pasar rakyat," kata Roy.
"Kami menyayangkan berita dan sangkaan bahwa ritel modern menghambat penyaluran minyak goreng kepada masyarakat, di saat kami mendukung sepenuhnya dan membantu pemerintah untuk mendistribusikan minyak goreng secara merata, terjangkau dan fair, kepada masyarakat," sambung Roy.
Roy juga menilai, kelangkaan minyak goreng adalah karena pasokan minyak goreng dari produsen dan distributor yang memang belum optimal serta animo masyarakat untuk membeli minyak goreng lebih besar karena harga yang terjangkau, sesuai program pemerintah untuk menstabilkan harga hingga harga dan pasokan minyak goreng kembali normal.
"Perlu pula diinformasikan, bahwa tidak semua gerai yang berada diluar pasar tradisional atau rakyat adalah ritel modern, ada warung atau toko tradisional, toko agen, toko grosir dst yang bukan format ritel modern dan yang bukan anggota ritel modern Aprindo," kata Roy.
Produsen Minyak Goreng Mengaku Dibuat Bingung
Sejak ditetapkannya sistem satu harga terhadap minyak goreng, pasokan komoditas tersebut di sejumlah ritel modern dan pasar maupun warung kerap mengalami kekosongan.
Hal itu dirasakan oleh sejumlah ibu rumah tangga merata di seluruh Indonesia, baik di Jawa maupun luar Jawa. Banyak masyarakat yang mengaku belum pernah menjumpai sama sekali minyak goreng yang dijual Rp 14.000 per liter.
Para produsen minyak goreng yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyatakan bahwa kelangkaan minyak goreng di pasaran dan minimnya ketersediaan diakibatkan adanya perubahan kebijakan yang cepat.
Para pengusaha pemilik pabrik minyak justru justru mengaku dibuat bingung dengan aturan pemerintah, dalam hal ini kebijakan harga dari Kementerian Perdagangan (Kemendag).
"Yang menjadi masalah, produsen minyak goreng seperti dia harus mengalami kebingungan setelah pemerintah beberapa kali mengubah kebijakan," ungkap Toga dikutip dari Antara, Jumat (11/2/2022).
"Padahal, setiap ada perubahan, pelaku industri butuh waktu beberapa hari untuk menyesuaikan dengan sistem mereka," katanya lagi.
Baca juga: Janji Mendag Belum Terwujud, Minyak Goreng Murah Masih Langka, Dua Jam di Etalase Sudah Habis
Perubahan kebijakan dari pemerintah membuat pelaku industri dari hulu ke hilir butuh waktu untuk merespons. Hal inilah yang disebut-sebut jadi salah satu penyebab kelangkaan minyak goreng.
"Kami bisa melihat bahwa sebenarnya tidak ada kelangkaan bahan baku. Sebab. Dari total produksi konsumsi dalam CPO negeri baru mencapai 36 persen," kata Toga.
Ia menegaskan, bahwa tuduhan pemilik komoditas CPO menjadikan pasokan minyak goreng minim karena lebih suka untuk ekspor tidak benar.
Sebab, menurut data yang ditunjukkan, ekspor CPO tahun 2021 bahkan menurun, dengan total ekspor mencapai 33 juta ton. Padahal, ekspor CPO pada 2020 mencapai 34 juta ton.
Toga mencontohkan, saat Kementerian Perdagangan sudah mengumumkan aturan baru sebanyak tiga kali dalam satu bulan, yakni awal diumumkan tanggal 12 Januari 2022. Lalu, 19 Januari 2022. Terakhir, diubah lagi pada di akhir bulan.
Janji Kemendag
Pemerintah kembali menyampaikan janji baru terkait minyak goreng. Kali ini, Kementerian Perdagangan berjanji pasokan minyak goreng murah sesuai harga eceran tertinggi (HET) akan lancar dalam seminggu ke depan.
Selain itu, pemerintah juga berjanji distribusi minyak goreng murah akan sampai ke wilayah Indonesia timur.
Baca juga: Andre Rosiade Minta Mendag Tegas Terhadap Produsen Minyak Goreng yang Tidak Jalankan Aturan
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, pihaknya akan mengontrol ketat suplai produksi minyak sawit untuk dalam negeri sebelum diekspor oleh para produsen.
"Di ritel modern Rp 14.000 per liter jadi pada panic buying karena di pasar tradisional belum lengkap. Ini sifatnya sementara dan seminggu ke depan sudah lancar," kata Oke dalam dialog bertajuk Menjamin Ketersediaan Minyak Goreng bersama Ombudsman secara virtual.
Oke menuturkan, saat ini tercatat ada 40 juta liter minyak sawit yang siap didistribusikan. Volume itu merupakan hasil dari kebijakan domestic market obligation (DMO) sebesar 20 persen dari pasokan minyak sawit mentah (CPO) yang akan diekspor.
"Saya sudah mendapat laporan itu dan sudah dicek sampai ke wilayah timur. Jadi saya pastikan dalam seminggu ke depan pasokan sudah lancar," tegas Oke.
Kemendag juga memastikan produksi CPO untuk kebutuhan minyak goreng dalam negeri tidak akan bocor dan dijual ke luar negeri.
Sebab, hingga saat ini saja, kata Oke, dari 196 perusahaan eksportir, baru diterbikan izin ekspor untuk 14 perusahaan karena kebanyakan belum memenuhi pasokan dalam negeri sesuai kebijakan DMO.
Selain itu Oke juga mengatakan, pasokan minyak goreng hasil DMO akan mulai mengisi pasar-pasar tradisional dalam kemasan curah seharga Rp 11.500 di tingkat konsumen.
Diharapkan, dengan kelancaran distribusi minyak curah untuk pasar, tekanan permintaan terhadap toko ritel modern bisa dikurangi.
Oke menambahkan, kapasitas maksimal penyimpanan minyak goreng di ritel modern sekitar 20-25 juta liter per bulan. Jumlah itu cukup kecil jika dibandingkan dengan total kebutuhan minyak goreng untuk masyarakat yang mencapai 327 juta liter per bulan.
Adapun stok minyak goreng di toko ritel, berdasarkan laporan terakhir yang diterima Kemendag, gudang telah terisi sekitar 12 juta liter atau 50 persen dari kapasitas penyimpanan.
"Artinya di toko ritel saat ini sudah tersedia hanya saja mungkin masih dalam perjalanan. Di Jawa itu cepat, yang saya perhatikan itu di Timur," kata Oke.
"Tentu kami sebagai pelaku industri juga tak bingung mengaplikasikan hal tersebut," katanya. (Kompas.com/Tribunnews.com)