News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kontroversi JHT

Dana JHT Capai Rp 372,5 Triliun, Dirut BP Jamsostek Bantah Tidak Bisa Bayar Klaim Peserta

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Utama BP Jamsostek Anggoro Eko Cahyo saat diskusi daring, Rabu (16/2/2022).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama BP Jamsostek Anggoro Eko Cahyo membantah pihaknya tidak bisa membayar klaim peserta pada program Jaminan Hari Tua (JHT).

Anggoro menepis soal isu terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 karena BPJS Ketenagakerjaan (TK) tidak memiliki dana yang cukup untuk membayar klaim JHT peserta.

Ia mengklaim likuiditas dana jaminan hari tua (JHT) mencukupi untuk membayarkan klaim-klaim yang ada.

Baca juga: Ketua DPR Puan Maharani: Dana JHT Hak Pekerja, Bukan Uang Dari Pemerintah

"Sebagai gambaran 2021 dana program JHT Rp 372.5 triliun pada tahun 2021 total investasi dari pengelolaan dana tersebut Rp 24 triliun," ujar Anggoro saat diskusi daring, Rabu (16/2/2022).

Ia memaparkan, iuran JHT yang diterima oleh BPJS Ketenagakerjaan di 2021 mencapai Rp 51 triliun. Sementara pembayaran klaimnya mencapai Rp 37 triliun.

"Kalau kita lihat angka tersebut, kita bisa melihat sebagian besar klaim kita bayarkan berasal dari investasi. Artinya, dana JHT Rp 372,5 triliun berkembang baik dan tidak terganggu pembayaran klaim. Ini gambaran situasi dana kelola BPJS TK," tutur Anggoro.

Baca juga: Said Iqbal Pimpin Unjuk Rasa Buruh di Kantor Kemnaker, Tuntut Aturan JHT di Permenaker Baru Dicabut

Sebelumnya, terbit Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

Aturan itu, menetapkan pembayaran manfaat JHT diberikan saat usia peserta BPJS Ketenagakerjaan mencapai 56 tahun, termasuk bagi pekerja yang mengundurkan diri dan terkena PHK.

Dirjen Kemnaker Sebut Iuran Buruh Dikelola BP Jamsostek untuk Program Investasi Tidak Liar

Kementerian Ketenagakerjaan menyatakan iuran buruh yang dikelola oleh BP Jamsostek boleh dimasukkan ke dalam program investasi.

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI-Jamsos) Kemnaker Indah Anggoro Putri mengatakan hal tersebut sesuai dengan aspek ekonomis.

"Setiap rupiah uang yang diiuran oleh para pekerja buruh dikelola oleh BP Jamsostek untuk benar-benar dikembangkan dimasukkan dalam program investasi. Ada yang bertanya itu liar? Tidak, tidak liar," ujar Indah saat diskusi daring, Rabu (16/2/2022).

Indah memaparkan terdapat dasar regulasi, terutama agar BP Jamsostek mengelola dan mengembangkan uang-uang para pekerja buruh.

"Sesuai dengan PP Nomor 99 Tahun 2013 juncto PP Nomor 55 Tahun 2015 mengenai instrumen investasi apa saja yang diperbolehkan bagi BP Jamsostek untuk mengelola dan mengembangkan uang iuran JHT dari para pekerja buruh," tuturnya.

Terkait besaran nilainya, ucap Indah, pihaknya telah melihat simulasi dari pihak direksi BP Jamsostek.

"Nanti bisa didiskusikan berapa sebenarnya indetail putaran uang atau pengembangan dari uang iuran JHT, kemudian dengan besaran bunga di atas rata-rata deposito nasional, maka kira-kira berapa yang besaran uang iuran pekerja untuk JHT," kata Indah.

Baca juga: Daftar 6 Jenis Program Jaminan Sosial: JKN, JKK, JHT, JP, JKM dan JKP

Buruh Surati Presiden Jokowi

Buruh mengirimkan surat kepada Presiden Indonesia RI Joko Widodo (Jokowi) untuk mencabut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022.

Hal ini buntut dari aturan yang dikeluarkan Menaker Ida Fauziyah tersebut.

Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang juga Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menyampaikan hal itu saat konferensi pers hari Selasa (15/2/2022).

Sebagaimana diketahui Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 berisi tentang tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat JHT.

Dalam beleid tersebut, terdapat satu pasal yang menjadi sorotan, yaitu manfaat JHT akan diberikan kepada peserta BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) berusia 56 tahun.

Said Iqbal berargumen, jaminan dalam bentuk tabungan sosial tersebut sangat dibutuhkan buruh yang ter-PHK, mengundurkan diri, hingga buruh yang memutuskan untuk pensiun dini.

JHT itu menurutnya sangat bermanfaat bagi buruh untuk menyambung hidup dalam kondisi-kondisi tersebut.

Oleh karena itu pihaknya mengirimkan surat ke Presiden RI yang intinya memastikan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 dicabut atau dibatalkan dan diberlakukan kembali Permenaker Nomor 19 Tahun 2015.

Said Iqbal juga mengabarkan rencana aksi unjuk rasa seluruh serikat buruh di Indonesia pada Rabu (16/2/2022).

Di Jakarta, unjuk rasa akan dilakukan di kantor Kementerian Ketenagakerjaan dan kantor BPJS Ketenagakerjaan.

Secara bersamaan, buruh di wilayah lain juga akan menggelar aksi di kantor Dinas Ketenagakerjaan setempat baik kabupaten/kota atau provinsi masing-masing dan si kantor cabang BPJS Ketenagakerjaan.

Adapun dua tuntutan yang akan disampaikan. Pertama, mencabut Permenaker Nomor 2 Tahun 2022.

Kedua, mendesak presiden mengganti Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. Ia juga mengatakan aksi unjuk rasa akan mematuhi protokol kesehatan (prokes) yang ketat, berkoordinasi aparat pengamanan.

Oleh karena itu aksi besok hanya akan diikuti oleh ribuan buruh saja dari rencana awal puluhan ribu buruh.

BPJS Ketenagakerjaan Tak Punya Uang Bayar Klaim JHT? Stafsus Menaker Ungkap Dana yang Tersedia

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menduga kemungkinan dana negara telah habis untuk menjalankan program penanganan pandemi Covid-19 dan berbagai infrastruktur, sehingga dana Jaminan Hari Tua (JHT) hanya bisa cair pada saat usia pensiun 56 tahun. 

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, JHT merupakan hak buruh, sebagai dana tabungan pekerja ketika mereka terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan mencairkannya untuk bertahan hidup. 

"Pertanyaannya, atau jangan-jangan anggaran negara sudah habis? Mau ngambil dana dari rakyat. Karena hanya bisa diambil saat umur 56 tahun," kata Said saat virtual, Sabtu (12/2/2022).

Berapa Dana JHT yang Tersedia?

Kementerian Ketenagakerjaan menyatakan, bahwa asumsi dana Jaminan Hari Tua (JHT) di BPJS Ketenagakerjaan terus ditarik pekerja pada 2020 dan 2021 saat pandemi Covid-19 adalah tidak benar. 

Staf Khusus Menaker Dita Indah Sari mengatakan, dirinya baru saja mendapat data dari BPJS Ketenagakerjaan bahwa per Desember 2021, total program dana JHT masih tercatat sebesar Rp 372,5 triliun. 

"Itu adalah total iuran ditambah dana pengembangan, dikurangi klaim, sehingga itu net jumlah dana yang ada di situ," ujarnya saat acara diskusi virtual, Selasa (15/2/2022). 

Selain itu, pihaknya juga membantah terkait opini yang menilai kondisi internal BPJS Ketenagakerjaan sebagai penyebab keluarnya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022.

"Jadi, tuduhan soal likuditas tidak ideal di BPJS Ketenagakerjaan tidak benar," kata Dita. 

Sebab, dia menambahkan, rata-rata selama 3 tahun terakhir ini menunjukkan angka klaim dana JHT itu sekira 65,4 persen.

"Sehingga, pembayaran klaim 1 tahun cukup di-cover dengan pendapatan iuran tahun berjalan. Jadi, bukan karena ada rush, pada narik JHT karena pandemi, secara anggaran masih cukup," pungkasnya.

Terima Dana Lebih Besar Lewat JKP

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bisa diklaim per 1 Februari 2022.

Dia menyebut pekerja yang di-PHK akan mendapatkan jumlah dana yang lebih besar melalui program JKP ini.

"JKP merupakan perlindungan jangka pendek bagi para pekerja atau buruh karena langsung mendapatkan manfaat seketika saat berhenti bekerja," kata Airlangga dalam konferensi pers daring, Senin (14/2/2022).

Penambahan program JKP, dikatakan Airlangga, tidak mengurangi manfaat program manfaat jaminan sosial yang sudah ada.

"Dan iuran program JKP tidak membebani pekerja dan pemberi pekerja, karena besaran iuran sebesar dari 0,46 persen dari upah berasal dari pemerintah pusat," tambahnya.

Para pekerja atau buruh yang di-PHK, Airlangga menyebut, berhak memperoleh manfaat JKP berupa uang tunai sebesar 45 persen upah di bulan pertama sampai ketiga, dan 25 persen upah di bulan keempat dan keenam.

"Sebagai contoh, rata-rata kalau di-PHK pada tahun kedua itu dengan gaji misalnya sebesar Rp5 juta, maka akan diberikan 45 persen dari Rp5 juta yaitu Rp2,250 juta dikali 3 bulan berarti Rp6,750 juta, sedangkan bulan keempat sampai keenam adalah 25 persen dari Rp5 juta, atau Rp1,250 juta dikali 3 adalah Rp3,750 juta, sehingga mendapatkan Rp10,5 juta," kata Airlangga.

"Sedangkan dengan mekanisme yang lama itu mendapatkan iurannya 5,7 persen dari Rp5 juta yaitu Rp285 ribu dikali 24 bulan Rp6,8 juta, dan tambahan 5 persen pengembangan dua tahun Rp350 ribu, sehingga mendapatkan Rp7,190 juta. Secara efektif regulasi ini memberikan Rp10,5 juta dibandingkan Rp7,1 juta," pungkas Airlangga.

Alasan Pemerintah JHT Cair saat Usia 56 Tahun

Pemerintah menjelaskan soal Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru bisa dicairkan 100 persen saat usia 56 tahun, sebagaimana diatur dalam Permenaker no 22 tahun 2022.

Menkoperekonomian Airlangga Hartarto mengklaim hal itu agar jumlah yang diterima pekerja lebih besar.

Dia menjelaskan soal Permenaker nomor 2 tahun 2022 yang mengatur soal tata cara pembayaran JHT.

"Jaminan hari tua merupakan perlindungan pekerja atau buruh untuk jangka panjang. Sementara jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) merupakan jaminan jangka pendek yang juga diberikan kepada pekerja dan buruh," kata Airlangga dalam konferensi pers daring, Senin (14/2/2022).

JHT, Airlangga menyebut, ditujukan agar para pekerja memiliki uang saat pensiun atau mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia.

"Manfaat dari program Jaminan Hari Tua adalah pertama, akumulasi iuran dari pengembangan. Kedua adalah manfaat lain yang bisa dicairkan sebelum masa pensiun dengan persyaratan tertentu, kemudian telah mengikuti kepesertaan 10 tahun minimal, dan nilai yang dapat diklaim paling banyak 30 persen dari jumlah jaminan hari tua untuk kredit atau keperluan perumahan atau 10 persen kebutuhan di luar perumahan," ucapnya.

Airlangga menambahkan akumulasi iuran akan lebih besar jika diambil saat pekerja masuk usia pensiun 56 tahun.

Bahkan, pemerintah tetap memberi perlindungan bagi pekerja yang kena PHK lewat jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).

"JKP tidak mengurangi jaminan sosial yang sudah ada dan iuran JKP tidak membebani pekerja dan pemberi kerja karena besaran iuran sebesar 0,46 persen dari upah berasal dari pemerintah pusat," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini