Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menegaskan, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT), terbit disaat yang tidak tepat.
Elly berujar, momentum lahirnya Permenaker tersebut tidak tepat karena masih adanya persoalan Undang-Undang Cipta Kerja.
Baca juga: Dana JHT Capai Rp 372,5 Triliun, Dirut BP Jamsostek Bantah Tidak Bisa Bayar Klaim Peserta
"Ditambah banyaknya buruh yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dampak dari adanya pandemi Covid-19," ujar Elly dalam diskusi daring, Rabu (16/2/2022).
Persoalan lain adalah kurangnya sosialisasi Permenaker tersebut, sehingga membuat mayoritas buruh terkejut. Bahkan, lanjut Elly, pihak buruh merasa belum diajak diskusi terkait aturan tersebut.
"Masukan saya ke pembuat kebijakan jangan abaikan soal komunikasi, ini membuat bumerang. Tidak nyaman satu sama lain," tutur Elly.
Baca juga: Ketua DPR Puan Maharani: Dana JHT Hak Pekerja, Bukan Uang Dari Pemerintah
Menurutnya, para buruh sudah terbiasa dengan JHT sebelumnya. Sehingga, ketika kebijakan diubah, maka akan memunculkan gelombang penolakan.
"Kami meminta penundaan atau revisi soal Permenaker, menurut saya yang nomor satu adalah momentum tidak tepat," tutur Elly.
Sebelumnya, pemerintah baru meluncurkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
Para buruh mempersoalkan beleid tersebut karena pembayaran JHT bagi buruh yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek), baru bisa diambil apabila berusia 56 tahun.