Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menyatakan terdapat lima faktor penyebab harga kedelai tinggi.
Bhima menjelaskan, kejadian kedelai naik sama halnya seperti pada Januari 2021. Menurutnya, pemerintah tidak bisa mengendalikan harga kedelai yang masuk ke Indonesia. Pertama, disebabkan dengan inflasi yang meningkat.
"Kedua, inflasi di Amerika Serikat naik. Dan juga ada biaya logistik yang membengkak. Khususnya selama masa pandemi," ujar Bhika saat dihubungi, Senin (21/2/2022).
Baca juga: Harga Kedelai Tinggi, YLKI: Kesalahan Pemerintah karena Menggantungkan pada Impor
Ketiga, ucap Bhima, pemanfaatan kedelai sebagai pengganti dari minyak sawit karena harganya meningkat.
"Keempat menjadi alternatif minyak nabati khususnya di Amerika, kemudian di Amerika Latin, dan di Eropa. Mereka mencari soybean oil (minyak kedelai) sebagai alternatif minyak nabati," tutur Bhima.
Yang terakhir, lantaran faktor dari adanya permintaan di China yang melonjak signifikan untuk pakan ternak. "Jadi ini semuanya faktor eksternal yang lebih bermain," tutur Bhima.
Baca juga: Jika Harga Kedelai Tetap Tinggi, Produsen Siap Naikkan Harga Tempe dan Tahu hingga 20 Persen
Diketahui, terjadi mogok produksi tahu dan tempe mulai 21 hingga 23 Februari. Pada saat ini, harga bahan baku tempe dan tahu mencapai Rp12.000 per kilogram. Padahal, harga kedelai impor sebelumnya hanya Rp 9.500 sampai Rp10.000 per kg.