News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kepesertaan BPJS Kesehatan Jadi Syara

Kartu BPJS Jadi Syarat Balik Nama Surat Tanah, Berikut Pernyataa BPN dan Penolakan YLKI

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kartu peserta BPJS Kesehatan.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Bagi masyarakat yang ingin membeli dan memiliki tanah harus bersiap-siap dengan syarat baru, ia harus memiliki Kartu BPJS Kesehatan.

Karti ini bakal dijadikan syarat pendaftaran peralihan atau balik nama hak atas tanah.

Hal ini tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Adapun dalam Inpres tersebut diinstruksikan kepada berbagai kementerian untuk mengambil langkah-langkah sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing termasuk Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Kelembagaan, Teuku Taufiqulhadi menjelaskan, berkaitan dengan ketentuan mulai 1 Maret 2022 bahwa syarat jual beli tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah harus menyertakan Kartu BPJS Kesehatan sebagai syarat administrasi adalah untuk optimalisasi program JKN.

Baca juga: Deretan Layanan Publik yang Mengharuskan Masyarakat Punya BPJS Kesehatan

“Poinnya bukan pada korelasi, tapi pada optimalisasi kepesertaan BPJS Kesehatan sehingga negara itu mampu memenuhi permintaan dalam undang-undang agar seluruh masyarakat memiliki asuransi kesehatan," ujar Teuku Taufiqulhadi, Selasa (22/2/2022).

Maka, lembaga-lembaga seperti Kementerian ATR/BPN sebagai salah satu kementerian/lembaga (K/L) yang diamanatkan melalui Inpres tersebut tentu harus melaksanakan.

Teuku Taufiqulhadi menjelaskan, saat ini masyarakat tidak bisa berandai-andai soal sakit. Apalagi selama dua tahun terakhir masyarakat di Indonesia dan dunia sedang menghadapi pandemi Covid-19 dan kemunculan sejumlah varian virus baru.

Baca juga: Syarat dan Cara Daftar BPJS Kesehatan Secara Online Tanpa Antre, Ini Langkahnya

"Saat ini masyarakat lebih cepat mengalami kejadian sakit yang fatal dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, karena itu negara tidak mau mengambil risiko dan pemerintah pun bertanggung jawab.

Oleh karena itu, pemerintah mengambil sikap, itu yang harus kita pahami. Tidak semua ditumpukan kepada Kementerian ATR/BPN karena ada 30 K/L yang dilibatkan dalam upaya optimalisasi ini," tambahnya.

Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menilai, kontroversi ini terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat, dan saat ini pemberlakuan kebijakan tersebut masih dalam proses sosialisasi.

Ali mengatakan, instruksi tersebut mengamanatkan kepada 30 K/L termasuk gubernur, bupati, wali kota untuk mengambil langkah-langkah yang strategis yang diperlukan sesuai tupoksi dan kewenangan masing-masing untuk melakukan optimalisasi pelaksanaan program JKN.

Menurut dia, kebijakan yang diterapkan Kementerian ATR/BPN dan K/L lainnya mungkin seperti tidak ada hubungannya.

Baca juga: Beli Rumah Pakai BPJS Kesehatan, REI : Jangan Kayak UU Cipta Kerja Malah Menghambat

Namun, sebenarnya hal itu berkaitan erat dengan komitmen pemerintah yang ingin memastikan seluruh lapisan masyarakat memiliki jaminan kesehatan, khususnya kalangan menengah ke atas yang belum terdaftar program JKN.

"Poin pentingnya adalah JKN-KIS merupakan program bersama, jadi bukan hanya untuk kelompok masyarakat tertentu. Sehingga ini membutuhkan partisipasi dari semua pihak, bukan hanya dari pemerintah atau peserta. Kebersamaan menjadi kunci utama dari program ini," jelasnya.

Oleh sebab itu, Ali mengatakan pemerintah mengeluarkan instruksi kepada K/L untuk memasyarakatkan JKN-KIS kepada semua lapisan masyarakat agar semua dipastikan sudah terlindungi.

YLKI Minta Dibatalkan

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak pemerintah untuk membatalkan aturan yang akan mewajibkan kepesertaan BPJS Kesehatan sebagai persyaratan dalam transaksi jual beli tanah.

Sebagaimana diketahui, melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), pemerintah menerapkan syarat baru dalam melakukan jual beli tanah, yakni dengan melampirkan BPJS Kesehatan.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menilai, kebijakan tersebut tidak relevan dan berpotensi melanggar hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik.

"Secara regulasi kebijakan ini justru berpotensi melanggar Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik," kata dia, kepada Kompas.com, Senin (21/2/2022).

Oleh karenanya YLKI mendesak pemerintah untuk membatalkan aturan tersebut, sebab selain tidak relevan, kewajiban penyertaan BPJS Kesehatan dalam transaksi jual beli tanah juga dinilai sebagai kebijakan yang eksplotatif.

"YLKI mendesak agar kebijakan tersebut dibatalkan. Untuk mengoptimalkan BPJS Kesehatan bukan memaska masyarakat dengan kebijakan seperti ini. Ini kebijakan yang ekspolotatif," tutur dia.

Sebelumnya, Pengamat dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah menilai, aturan mengenai kepesertaan BPJS Kesehatan jadi syarat jual beli tanah mengada-ada dan cenderung memaksa masyarakat untuk bergabung menjadi peserta BPJS Kesehatan.

"Kalau kemudian syarat jual beli tanah itu harus menggunakan BPJS, ya menurut saya jauh panggang dari api, jadi terlalu mengada-ada karena ini berlebih-lebihan," kata Trubus.

Menurut Trubus, alasan pemerintah menjadikan BPJS Kesehatan sebagai syarat jual beli tanah untuk mengoptimalisasi BPJS Kesehatan juga tidak bisa diterima.

Ia berpandangan, pemerintah semestinya meningkatkan transparansi pengelolaan BPJS Kesehatan dan pelayanannya jika ingin menarik masyarakat untuk menjadi peserta, bukan malah memaksakan BPJS Kesehatan sebagai syarat jual beli tanah.

"Kalau dia mendapatkan kepuasan, saya rasa akan tertarik, tidak perlu dipaksa pakai aturan, itu masyarakat akan dengan sendirinya membeli, artinya masyarakat itu akan terlibat ikut aktif di dalam peserta BPJS," ujar Trubus.

Strategi pemerintah jaga keberlanjutan program JKN-KIS Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti mengatakan, penerbitan Inpres Nomor 1 Tahun 2022 adalah titik awal penguatan kolaborasi BPJS Kesehatan dengan 30 kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk meningkatkan sinergi dalam penyelenggaraan Program JKN-KIS.
"Terkait akses pelayanan JKN-KIS dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK), kami telah melakukan integrasi data kepesertaan dengan Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri untuk memberikan kemudahan peserta dalam mengakses layanan kesehatan," kata dia.

Lebih lanjut Ia bilang, program JKN-KIS merupakan program strategis pemerintah yang berdampak besar bagi masyarakat, sehingga diperlukan keterlibatan para pemangku kepentingan untuk menjaga ekosistem penyelenggaraan program tersebut.

"Kami juga memperluas kerja sama dengan kementerian/lembaga untuk memaksimalkan potensi pemanfaatan data Program JKN-KIS dan menegakkan kepatuhan stakeholders terhadap regulasi program JKN-KIS," ujarnya.

Untuk menjaga kesinambungan Program JKN-KIS, Ghufron menambah, diperlukan dukungan dan kolaborasi dari seluruh stakeholders, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Ia berharap, kolaborasi dengan 30 kementerian/lembaga, gubernur, dan pimpinan daerah sebagaimana yang disebutkan dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2022, dapat mendorong percepatan Universal Health Coverage (UHC) di Indonesia.

“Kami optimis, hadirnya Inpres Nomor 1 Tahun 2022 mampu mempererat sinergi kita untuk bersama-sama menjaga sustainabilitas Program JKN-KIS sehingga masyarakat memperoleh kepastian akses pelayanan kesehatan yang berkualitas,” ucapnya. (Kompas.com/Rully R. Ramli/Akhdi Martin Pratama)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini