Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih menunjukkan tren positif dan nilai tukar rupiah mampu bertahan di tengah tekanan eksternal, termasuk konflik geopolitik di Rusia dan Ukraina.
Pada penutupan transaksi akhir pekan lalu, IHSG ditutup naik 0,84 persen ke 6.892,81, di mana merupakan rekor penutupan tertinggi sepanjang masa atau all time high (ATH).
"Bahana TCW percaya IHSG hanya akan terdampak minim oleh sentimen negatif yang berasal dari eksternal, seperti The Fed berencana meningkatkan suku bunganya hingga lima kali dalam tahun ini. Lalu, ketegangan antara Rusia dan Ukraina, serta market global yang menunjukkan tren pelemahan," ujar Kepala Ekonom Bahana TCW Investment Budi Hikmat dalam risetnya, Kamis (24/2/2022).
Baca juga: IHSG Kamis Akan Pecahkan Rekor Lagi? Berikut Prediksi Analis
Sedangkan pada hari ini, meski IHSG mengalami pelemahan minus 1,63 persen di sesi I perdagangan hingga turun 112,61 poin ke 6.807,44, asing masih tercatat melakukan aksi beli Rp 669 miliar.
“Kepercayaan investor terhadap pasar keuangan Indonesia semakin membaik di awal tahun ini. Terlihat dari selama periode 50 hari pertama 2022, IHSG sudah mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,88 persen," tuturnya
Menurut dia, ini merupakan awalan yang bagus dan diproyeksikan masih akan berlanjut, mengingat sejumlah capaian positif dari domestik masih akan terus bermunculan.
Baca juga: IHSG Selasa Merosot Sepanjang Hari, Turun 40,97 poin ke 6.861, Asing Catat Net Buy Rp 847 Miliar
"Capaian positif ini yang akan mendorong kepercayaan investor asing terhadap pasar keuangan nasional. Kami memproyeksikan IHSG di akhir 2022 terus naik hingga mencapai level 7.300,” kata Budi.
Dia menjelaskan, aetidaknya ada dua hal utama yang mendorong penguatan kinerja IHSG ke depan, pertama yakni secara fundamental, perbaikan ekonomi pasca pandemi Covid-19 terus berlanjut.
Perbaikan fundamental ini merupakan hasil dari stimulus Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), berbagai insentif pajak, serta kebijakan akomodatif oleh Bank Indonesia (BI) yang telah berjalan sejak awal pandemi.
Pemulihan ekonomi domestik yang kuat tercermin dari kembalinya daya beli masyarakat, hingga per Desember 2021, pertumbuhan uang beredar dalam arti sempit (M1) tumbuh 22,98 persen secara tahunan.
Baca juga: IHSG Ditutup Dengan Rekor Terbaru Naik ke 6.902, Investor Asing Catat Net Buy Rp 608,53 Miliar
Selanjutnya, Budi mengungkapkan, pemulihan yang terus berlanjut turut didukung oleh neraca perdagangan yang membaik.
"Bank Indonesia menyampaikan neraca transaksi berjalan berhasil mencetak surplus pada 2021 lalu sebesar 3,3 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 47 triliun. Ini merupakan surplus pertama setelah mencatatkan defisit beruntun selama sembilan tahun terakhir," tutur dia.
Sementara, naiknya harga komoditas sejak 2021 lalu diproyeksi akan berdampak pula pada kinerja emiten yang akan mendorong earnings levels.
Secara rata-rata di tahun ini, dinilainya akan ada peningkatan earnings sebesar 17,19 persen yang akan mendorong IHSG ke level 7.300 atau tumbuh 11 persen dari akhir 2021 lalu.
Kemudian, faktor kedua yaitu kepercayaan investor asing yang mulai terjaga yang membawa dana masuk (inflow) asing ke pasar keuangan nasional sejak kuartal IV 2021 lalu.
Baca juga: Tujuh Indeks Angkat IHSG Naik ke 6.850 Investor Asing Catat Beli Bersih Rp 847 Miliar
Perbaikan fundamental dipersepsikan positif oleh investor asing, meski posisi dana masuk asing belum seperti saat masa commodity boom.
Namun, Budi menambahkan, momentum ini bisa diartikan sebagai titik awal kembalinya kepercayaan investor asing ke pasar saham Indonesia.
"Sejak awal 2022, aliran dana masuk (net inflow) asing ke pasar saham Indonesia telah mencapai Rp 20,3 triliun (year to date/ytd). Hal ini menunjukkan dukungan atau kepercayaan solid dari investor asing dan dapat menjadi indikator bagus untuk kinerja IHSG ke depan," pungkasnya.