Laporan Wartawan Tribunnews, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – Sanksi ekonomi untuk Rusia ternyata tak hanya berimbas pada perekonomian negara Vladimir Putin melainkan ke beberapa negara dunia seperti China.
Setelah munculnya pandemi Covid-19 varian omicron yang memicu ketidakpastian atas prospek perdagangan global, kini beberapa pabrik di China harus ikut mengalami ketegangan konflik akibat invasi Rusia ke Ukraina.
Adanya konflik ini berimbas pada putusnya rantai pasokan di seluruh dunia yang kemudian membuat tersendatnya kegiatan ekspor China di periode Januari hingga Februari tahun 2022.
Baca juga: Pasokan Gas Minim, China Genjot Produksi Batubara Untuk Penuhi Kebutuhan Energi Dalam Negeri
Tak hanya perdagangan China saja, Tian Yun, mantan wakil direktur Asosiasi Operasi Ekonomi Beijing memprediksi perdagangan Eropa nantinya juga akan terkena efek negatif dari panasnya konflik di Ukraina.
Mencatat dari Reuters, kegiatan ekspor pasar China terpantau menurun ke angka 16,3 persen sejak awal tahun 2022 nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan akhir tahun lalu yang bisa menembus angka 20,9 persen.
Tak hanya pengiriman keluar negeri saja yang mengalami penurunan, bahkan aktivitas impor juga mengalami kemunduran nilai dari yang sebelumnya 16,5 persen kini turun satu persen ke angka 15,5 persen.
Baca juga: Presiden Ukraina Serukan Boikot Minyak Rusia, Eropa Menolak, Kremlin Peringatkan soal Kenaikan Harga
Badan pabean China menuturkan, anjloknya ekspor ini mulai terlihat sejak Tahun Baru Imlek 2022. Bahkan penurunan ini memicu adanya distorsi atau ketidakstabilan pada pasar perdagangan China.
Akibat menurunya angka ekpor tersebut, banyak pihak khawatir jika nantinya China tak akan mengalami pertumbuhan ekonomi ditahun ini. Mengingat ekspor tetap menjadi salah satu komponen penting dalam mendukung laju perekonomi negara.