Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, MOSKWA - Pemerintah Rusia menegaskan, semua kesepakatan perusahaan dengan perusahaan dan dengan individu dari 'negara yang tidak bersahabat' dengan Rusia, kini harus melalui persetujuan Komisi pemerintah.
Langkah ini diambil Pemerintah Rusia pada Senin kemarin menyusul munculnya sanksi ekonomi oleh Barat terhadap Rusia.
Dikutip dari Al Jazeera, Selasa (8/3/2022), Presiden Vladimir Putin pada 5 Maret lalu meminta instansi pemerintah, perusahaan dan warga Rusia untuk sementara waktu menggunakan rubel untuk membayar utang valas mereka kepada kreditur luar negeri dari 'negara-negara yang tidak bersahabat'.
Menurut pernyataan Pemerintah Rusia, daftar negara yang 'mencari masalah' dengan Rusia diantaranya Albania, Andorra, Australia, Inggris Raya termasuk Jersey, Anguilla, Kepulauan Virgin Britania Raya, Gibraltar.
Baca juga: Boeing Hentikan Pembelian Titanium dari Rusia, Airbus Sebaliknya
Selain itu, juga negara-negara anggota Uni Eropa (UE), Islandia, Kanada, Liechtenstein, Mikronesia, Monako, Selandia Baru, Norwegia, Korea Selatan , San Marino, Makedonia Utara, Singapura, Amerika Serikat (AS), Taiwan, Ukraina, Montenegro, Swiss dan Jepang.
Baca juga: Rusia Ancam Stop Aliran Gas, Jerman Ancang-ancang Gunakan Pembangkit Listrik Batu Bara
Untuk melakukan pembayaran tersebut, para debitur harus membuka jenis khusus rekening rubel dengan bank Rusia dan mentransfer rubel setara dengan jumlah mata uang asing yang terutang dan disesuaikan dengan nilai tukar resmi bank sentral pada hari pembayaran.
Pengaturan sementara untuk membayar utang luar negeri ini berlaku untuk pembayaran yang melebihi 10 juta rubel atau setara 76.000 dolar AS per bulan.
Baca juga: Imbas Invasi ke Ukraina, Warga Rusia Terancam Tak Bisa Mengakses Internet
Invasi Rusia terhadap Ukraina memang telah disambut kemarahan komunitas internasional, termasuk Uni Eropa, Inggris dan Amerika Serikat yang kemudian memberlakukan berbagai sanksi ekonomi terhadap Rusia.
Menurut data Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), ratusan orang di Ukraina tewas sejak Rusia melancarkan perangnya pada 24 Februari lalu, dengan jumlah korban sebenarnya diprediksi jauh lebih tinggi.
Lebih dari 1,7 juta orang kini telah meninggalkan Ukraina untuk mengungsi ke negara-negara tetangga.