Dia menyatakan, persoalan sampah plastik air kemasan yang tercecer di lingkungan dipicu beragam faktor. Salah satunya adalah tingginya produksi kemasan ukuran gelas yang lebih mudah tercecer dan mengotori lingkungan.
Faktor lain adalah adalah rendahnya kesadaran masyarakat dalam memilah sampah plastik, sehingga plastik yang seharusnya didaur ulang oleh industri justru tercecer di lingkungan terbuka.
Terlebih, menurut Yusra, BPOM juga tidak melarang penggunaan galon guna ulang dari plastik keras atau sebaliknya mendorong publik mengkonsumsi galon dari plastik lunak yang bebas BPA.
BPOM hanya mengatur kewajiban bagi produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat untuk mencantumkan keterangan "Berpotensi Mengandung BPA".
Namun, BPOM juga memberlakukan pengecualian bagi produsen yang mampu membuktikan sebaliknya via pengujian laboratorium terakreditasi atau laboratorium pemerintah.
Sementara untuk produsen AMDK yang menggunakan plastik selain polikarbonat, rancangan peraturan membolehkan untuk mencantumkan label "Bebas BPA".
Baca juga: Kopi Mengandung Viagra Beredar dengan Izin Palsu BPOM, Bahayanya Bisa Picu Kanker dan Kematian
Selain itu, produsen air galon yang menggunakan kemasan polikarbonat pun diberi kurun waktu tiga tahun sejak peraturan disahkan untuk wajib mulai mencantumkan label "Berpotensi Mengandung BPA".
BPOM temukan kecenderungan yang mengkhawatirkan
Sebagaimana diketahui, akhir Desember 2021 silam, Kepala BPOM Penny K. Lukito mengimbau industri AMDK untuk ikut serta memikirkan potensi bahaya BPA pada air minum galon berbahan plastik keras polikarbonat yang beredar luar di masyarakat.
"Saya mengajak pelaku usaha, utamanya industri besar, untuk ikut memikul tanggung jawab melindungi masyarakat karena ada risiko BPA yang terkait dengan aspek kesehatan, termasuk fertility (tingkat kesuburan wanita) dan hal-hal lain yang belum kita ketahui saat ini," kata Penny.
Pada 30 Januari 2022, Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Rita Endang dikutip kantor berita Antara mengungkap bahwa pihaknya menemukan "sejumlah kecenderungan mengkhawatirkan" terkait migrasi BPA pada galon guna ulang berbahan polikarbonat.
Penemuan itu diperoleh dari hasil uji post-market yang dilakukan BPOM selama periode 2021-2022 dengan sampel yang diambil dari seluruh Indonesia.