Pakar hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Hariyadi Wirawan, menilai Indonesia berada dalam situasi sulit karena berada di antara tarik-menarik kepentingan negara Barat yang menentang kehadiran Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pertemuan G-20 serta menyerukan untuk memboikot acara itu jika Putin benar-benar datang.
Baca juga: Jokowi Marahi Menteri & Perintahkan Setop Wacana Penundaan Pemilu, Jubir: Pak Luhut Pasti akan Patuh
Namun sebagai tuan rumah acara, kata dia, Indonesia sudah semestinya mengundang semua negara anggota G-20 tanpa terkecuali, terlepas dari perseteruan politik yang terjadi akibat perang di Ukraina.
Itu mengapa sikap pemerintah yang netral dianggap tepat.
Sebaliknya, jika para pemimpin negara Barat menolak hadir ke KTT, maka hal itu sama saja menghina Indonesia.
"Kita tidak bisa menolak kehadiran Presiden Putin karena itu artinya memihak Barat. Dan karena Indonesia mengundang Putin bukan diartikan kita pro-Rusia.
"Jadi saya harap Indonesia berpegang teguh pada pendiriannya yang bebas aktif dan bahwa pertemuan ini untuk membincangkan masalah-masalah ekonomi dunia," ujar Hariyadi Wirawan kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Minggu (27/3).
Baca juga: Oligarki Rusia Merana, Aset dan Keluarganya ikut Jadi Target Sanksi Barat, Ini Daftarnya
"Mereka bertarung silakan, tapi Indonesia membuat jarak yang sama dengan mereka. Karena itu kita tidak akan bisa di bawah tekanan Barat untuk menghalangi kehadiran Putin."
Menurut Hariyadi pemerintah Indonesia harus bisa membujuk negara-negara Barat dan Rusia untuk tetap datang dengan argumentasi bahwa pertemuan ini jauh lebih penting dari apa yang terjadi di Ukraina.
Pasalnya pemulihan ekonomi dunia mustahil terwujud tanpa Rusia.
"Pertemuan ini didesain bukan untuk berkelahi secara politik. Tapi membicarakan ekonomi global."
Apa yang bisa dilakukan Indonesia?
Suara senada disampaikan anggota Komisi I DPR dari Fraksi Nasional Demokrat, Muhammad Farhan.
Ia mengatakan keberhasilan Indonesia sebagai tuan rumah KTT G-20 dinilai dari hadirnya seluruh kepala negara.
"Satu saja tidak datang, Indonesia gagal menjadi tuan rumah," ujar Farhan.