Di sisi lain prinsip kebijakan politik luar negeri yang bebas aktif sudah saatnya diterapkan dan ditunjukkan kepada dunia.
Dalam situasi seperti ini, kata Farhan, pemerintah Indonesia harus menunjukkan dirinya memiliki posisi yang setara dengan negara lain.
Sehingga negara-negara Barat maupun Rusia harus menghormati keputusan Indonesia.
"Nah ini yang kemudian akan dilihat oleh rakyat Indonesia terhadap kepemimpinan Presiden Jokowi."
Kata Farhan, setidaknya ada dua hal yang bisa dilakukan pemerintah Indonesia untuk menghadirkan semua kepala negara G-20 pada November mendatang.
Pertama, dengan lobi politik personal.
Indonesia, klaimnya, memiliki tiga tokoh yang sangat dekat dengan kalangan pembuat keputusan di Amerika Serikat.
Seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani, Direktur Pelaksana Bank Dunia Mari Elka Pangestu, dan Duta Besar Indonesia untuk AS Rosan Roeslani.
"Ketiga orang ini saya harap bisa dimanfaatkan Presiden Jokowi untuk melakukan lobi tingkat tinggi terhadap pihak-pihak pembuat keputusan di AS."
Kedua yakni mengajak dan melibatkan negara lain di G-20 seperti Arab Saudi, Brasil, dan India untuk bisa meyakinkan negara-negara Barat dan AS serta Rusia untuk mengesampingkan perseteruan politik mereka.
"Indonesia dan negara lain bisa menjadi penegah demi mencegah terjadinya hiper-inflasi di dunia akibat kenaikan harga bahan bakar minyak dan gas."
"Dua kartu as itu bisa dimainkan Indonesia."
Farhan juga menilai waktu delapan bulan cukup untuk mengatasi persoalan ini. Apalagi kalau eskalasi perang di Ukraina menurun dan ditambah lahirnya solusi dari PBB.
Itu mengapa ia menyarankan pemerintah Indonesia untuk tidak mengabulkan keputusan atau permintaan apapun dari kedua belah pihak.