Laporan Wartawan Tribunnews, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, LONDON – Perusahaan gas alam cair terbesar di dunia, Shell dikabarkan resmi memutus mitra dengan Rusia pada Kamis (7/4/2022).
Hengkangnya Shell sebagai konsumen minyak negara pimpinan Vladimir Putin telah membuat nilai aset perusahaan menjadi turun drastis.
Melansir data Reuters, aset Shell diperkirakan anjlok hingga perusahaan merugi 5 miliar dolar AS atau setara Rp 71,8 triliun (Dengan satuan USD Rp 14,376).
Baca juga: Kremlin Sebut Kebijakan Inggris Sebabkan Shell Tak Mampu Beli Gas Dari Rusia
Angka ini jauh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yang hanya sebesar 3,4 miliar dolar AS.
Juru bicara shell menyebut, adanya peningkatan kerugian tersebut kemungkinan besar disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya seperti bertambahnya peraturan kontrak, penghapusan piutang, serta kerugian kredit di Rusia.
Bahkan akibat keputusan ini harga patokan gas cair Shell di kuartal pertama tahun 2022 melonjak drastis hingga 100 dolar AS per barel. Peningkatan harga ini menjadi yang tertinggi sejak 2014 silam.
Adanya peningkatan harga tersebutlah, yang kemudian mempengaruhi penurunan pada penjualan bahan bakar Shell dari yang sebelumnya 4,45 juta barel per hari anjlok menjadi 4,3 juta barel per hari.
Meski mengalami penurunan penjualan pada kuartal pertama, namun juru bicara Shell menyebut jika hal ini tidak akan memengaruhi pendapatan perusahaan.
Baca juga: Shell Minta Maaf, akan Berhenti Beli Minyak Mentah dan Gas Rusia
Pihaknya juga menambah, meski keluarnya Shell dari proyek migas Rusia memukul pendapatan perusahaan namun, perwakilan shell menyebut jika langkah yang diambilnya, merupakan salah satu bentuk hukuman bagi Rusia atas invasinya ke Ukraina dalam beberapa bulan terakhir.
Keputusan ini pun juga menandai berakhirnya usaha patungan serta putusnya hubungan perdagangan ke Moscow.