News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Harga CPO Terus Melambung Sering Kenaikan Harga Minyak Nabati

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pekerja mengangkut kelapa sawit kedalam jip di Perkebunan sawit di kawasan Bogor

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) sepanjang pekan ini melambung tinggi.

Masalah geopolitik antara Rusia-Ukraina memicu kelangkaan terhadap pasokan minyak nabati di pasar global.

Data Bursa Malaysia Derivatives Berhad Senin (18/4/2022) menunjukkan, harga CPO kontrak Mei 2022 naik 0,45% di RM 6.727 per ton, demikian juga CPO Juni 2022 menguat 0,52% di RM 6.520 per ton.

Baca juga: KPPU Terima Laporan Dugaan 9 Perusahaan Jadi Kartel CPO, Berikut Daftarnya

Analis teknikal Komoditas Reuters, Wang Tao menilai harga CPO hari ini akan menguji titik resistance di RM 6.548 per ton.

"Jika tembus di atas titik resistance maka bisa menuju tren naik ke kisaran RM 6.664-RM 6.686," ungkap Tao, Senin (18/4).

Krisis tenaga kerja di Malaysia berpotensi menghambat produksi CPO untuk bulan ini. Kondisi perang di Ukraina yang tak kunjung usai juga bisa mengganggu pasokan minyak nabati dunia.

Baca juga: MAKI Lapor ke Kejagung Minyak Goreng Langka: Ada Dugaan Penyimpangan Tata Kelola Ekspor CPO

Kenaikan harga CPO mengikuti penguatan yang terjadi di bursa minyak nabati lainnya. Hal ini didukung oleh kekhawatiran atas ekspektasi pasokan global yang ketat.

Harga komoditas biji-bijian AS juga naik sejak perdagangan pagi di Asia.

Menurut data Diler Kargo Surveyor Societe Generale de Surveillance menunjukkan angka ekspor produk CPO Malaysia periode 1-15 April 2022 merosot 13.9% ke 495.096 ton dibandingkan periode sama bulan Maret sebesar 574.893 ton.

Baca juga: GAPKI: Harga CPO Masih Akan Tinggi di 2022

Korporasi raksasa pangan asal Italia, Ferrero, menyampaikan akan menghentikan impor CPO dari Sime Darby Plantation, sebuah produsen kelapa sawit di Malaysia.

Langkah ini menyusul kabar dari layanan bea cukai AS yang memperoleh informasi terdapat dugaan tenaga kerja paksa di perusahaan perkebunan tersebut, sebagaimana dikutip dari Reuters, Senin (18/4). (Aris Nurjani/Wahyu T.Rahmawati)

Sumber: Kontan

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini