News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

Larangan Ekspor Pangan Dorong Kenaikan Harga Pangan Global

Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Biji gandum.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nur Febriana Trinugraheni

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Ukraina telah membatasi ekspor minyak bunga matahari, dan gandum sebagai upaya untuk melindungi ekonomi negaranya di saat perang berlangsung. Sementara Rusia telah melarang penjualan pupuk, gula dan biji-bijian ke negara lain.

Indonesia, sebagai produsen kelapa sawit terbesar yang memproduksi lebih dari setengah minyak sawit dunia, telah menghentikan ekspor minyak sawit. Turki pun turut menghentikan ekspor mentega, daging sapi, domba, kambing, jagung dan minyak sayur.

Baca juga: Buntut Rusia Blokade Pelabuhan Laut Hitam, Zelensky Peringatkan Dunia akan Adanya Krisis Pangan

Melansir dari nytimes.com, invasi Rusia ke Ukraina telah melepaskan gelombang proteksionisme, di saat keputusasaan pemerintah dalam mengamankan pasokan pangan dan komoditas lain bagi warganya di tengah kekurangan pasokan dan kenaikan harga, yang memicu keluarnya keputusan larangan ekspor.

Langkah-langkah tersebut memang dimaksudkan dengan baik. Namun seperti kejadian panic buying yang melanda di berbagai toko saat pandemi Covid-19, para pakar perdagangan memperingatkan gelombang proteksionisme saat ini hanya akan menambah masalah baru.

Baca juga: Rusia Menjarah Kendaraan Pertanian Rp 72,6 Miliar dari Ukraina lalu Dikirim ke Chechnya

Pembatasan ekspor membuat biji-bijian, minyak, daging dan pupuk, yang sudah mengalami kenaikan harga, menjadi lebih sulit didapatkan dan memicu kenaikan harga lebih tinggi. Hal ini dapat meningkatkan risiko kerusuhan sosial di negara-negara miskin yang berjuang dengan krisis pangan.

Menurut profsedor perdagangan internasional dan pembangunan ekonomi di Universtitas St. Gallen, Simon Evenett mengatakan sejak awal tahun ini, total telah diberlakukan 47 pembatasan ekspor makanan dan pupuk oleh beberapa negara, dengan 43 di antaranya telah diberlakukan sejak invasi Rusia ke Ukraina.

“Sebelum invasi, hanya ada sedikit upaya untuk mencoba dan membatasi ekspor makanan dan pupuk. Setelah invasi, Anda melihat peningkatan besar.” kata Evenett.

Rintangan hambatan perdagangan baru datang saat perang di Ukraina meledak, serta sanksi yang dijatuhkan oleh pihak Barat kepada Rusia, yang semakin memperketat rantai pasokan yang sudah berantakan akibat pandemi Covid-19. Rusia merupakan pengekspor gandum, besi kasar, nikel dan gas alam terbesar di dunia, serta pemasok utama batu bara, minyak mentah dan pupuk. Sementara Ukraina adalah pengekspor minyak biji bunga matahari terbesar di dunia dan pengekspor gandung, besi kasar, jagung dan jelai.

Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Ngozi Okonjo-Iweala mengatakan dalam pidatonya pada Rabu (27/4/2022) kemarin, perang telah menambah pertanyaan mengenai ketergantungan ekonomi antar negara. Dia mendesak negara-negara untuk tidak menarik kesimpulan yang salah mengenai sistem perdagangan global, dan mengatakan itu telah membantu mendorong pertumbuhan global,

“Meskipun benar bahwa rantai pasokan global rentan terhadap gangguan, perdagangan juga merupakan sumber ketahanan,” katanya.

WTO telah menentang larangan ekspor sejak hari-hari awal pandemi Covid-19 melanda, di saat negara-negara termasuk Amerika Serikat mulai memberlakukan pembatasan ekspor masker dan barang-barang medis, dan kemudian menghapus larangan tersebut secara bertahap.

Saat ini, invasi Rusia ke Ukraina telah memicu gelombang larangan serupa yang berfokus pada ekspor makanan. Langkah-langkah proteksionis telah mengalir dari satu negara ke negara lain, salah satu contohnya adalah larangan ekspor gandum. Rusia dan Ukraina mengekspor lebih dari seperempat gandum dunia. Gandum yang dikirim kedua negara tersebut telah diolah menjadi roti, pasta, dan makanan kemasan lainnya, dan telah memberi makan miliaran orang di dunia

Simon Evenett menambahkan, gelombang hambatan perdagangan gandum saat ini dimulai, dengan Rusia dan Belarusia yang sudah menekan ekspor. Negara-negara yang terletak di sepanjang rute perdagangan utama gandum Ukraina, termasuk Moldova, Serbia dan Hongaria, kemudian mulai membatasi ekspor gandum mereka. Pada akhirnya importir besar akan menghadapi masalah keamanan pangan, seperti Lebanon, Aljazair dan Mesir.

Evenett memperkirakan, masalah ini kemungkinan akan menjadi semakin lebih buruk di bulan-bulan mendatang. Musim tanam gandum musim panas Ukraina yang terganggu karena konflik yang sedang terjadi, membuat toko-toko kelontong di Spanyol, Yunani dan Inggris mulai memberlakukan pembatasan pembelian sereal atau minyak bagi tiap konsumen.

Beberapa larangan ekspor konsekuensial lainnya pada makanan, memang tidak terkait dengan konflik yang saat ini terjadi di Ukraina, namun larangan ekspor ini tetap ikut berperan dalam dinamika kenaikan harga global.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini