Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Bank Negara Indonesia (Persero) membidik kredit di sektor bisnis downstream atau turunan komoditas.
Corporate Secretary BNI Mucharom menyampaikan, potensi pertumbuhan kredit tahun ini tergolong cukup tinggi, di mana banyak sektor yang kembali membukukan peningkatan kinerja cukup baik, sehingga mendorong kinerja khususnya dari sektor turunan komoditas.
Hal ini pun sejalan dengan arahan dari pemerintah agar komoditas andalan Tanah Air dapat dijual ke luar negeri dengan nilai tambah lebih tinggi.
Baca juga: Gandeng PT Commerce Finance, OK Bank Salurkan Kredit SPayLater
"Sektor downstream komoditi ini menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik. Kami melihat banyak pembangunan smelter akan sangat marak dan besar. Pemerintah mulai banyak melarang barang yang belum jadi sehingga semua proses pengolahan terjadi di dalam negeri. Kami berharap ini menjadi engine pertumbuhan segmen korporasi swasta kami," kata Mucharom, Senin (9/5/2022).
Menurutnya, pertumbuhan kredit BNI tahun ini masih sesuai target awal tahun dan beberapa nasabah top tier sudah mulai menunjukkan perbaikan kinerja seperti infrastruktur, listrik dan gas, pergudangan dan digital.
Ia menyebut, kondisi ini sejalan dengan penurunan restrukturisasi kredit sehingga membantu BNI untuk dapat melakukan ekspansi lebih berkualitas.
"Kami akan tetap dengan target awal kami di high single digit. Kami lihat potensi pertumbuhan tinggi sejak awal tahun ini, sehingga kami cukup percaya diri," paparnya.
Adapun, kredit di segmen Business Banking masih menjadi motor akselerasi bisnis kredit BNI.
Baca juga: BI Tahan Suku Bungan Acuan Tetap Rendah, Tetapi Kredit Tumbuh Tipis, Berikut Pernyataan OJK
Pertumbuhan ini terutama pembiayaan ke segmen korporasi swasta yang tumbuh 9,9 persen (yoy) menjadi Rp193,2 triliun, segmen large commercial yang tumbuh 24,5 persen menjadi Rp46,1 triliun.
Kemudian, segmen UMKM juga tumbuh 11,8 persen dengan nilai kredit Rp98 triliun. Secara keseluruhan kredit di sektor business banking ini tumbuh 4,8 persen menjadi Rp 489,3 triliun.