Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan, pelarangan ekspor semua gandum yang dilakukan India, dapat berdampak terhadap stabilitas pangan di Indonesia.
Bhima menerangkan, India merupakan produsen gandum nomor dua terbesar di dunia setelah China dengan kapasitas produksi 107,5 juta ton.
Sementara Indonesia mengimpor gandum tiap tahun sebesar 11,7 juta ton atau setara US$3,45 miliar. Angka impor naik 31,6 % dibanding tahun sebelumnya.
Baca juga: 47 Juta Orang di Dunia Terancam Alami Krisis Pangan Usai India Larang Ekspor Gandum
"Jadi kalau India melakukan proteksionisme dengan larang ekspor gandum, sangat berisiko bagi stabilitas pangan di dalam negeri," ucap Bhima saat dihubungi, Senin (16/5/2022).
Bhima menjabarkan, empat dampak dari pelarangan ekspor. Pertama, harga gandum di pasar internasional telah naik 58,8 % dalam satu tahun terakhir. Imbas pada inflasi pangan akan menekan daya beli masyarakat.
"Contohnya tepung terigu, mie instan sangat butuh gandum, dan Indonesia tidak bisa produksi gandum," kata Bhima.
Kemudian, lanjut dia, banyak industri makanan, minuman skala kecil yang harus putar otak untuk bertahan ditengah naiknya biaya produksi.
"Kedua, pelarangan ekspor gandum yang belum diketahui sampai kapan waktunya membuat kekurangan pasokan menjadi ancaman serius," tutur Bhima.
Baca juga: India Larang Ekspor Gandum, Harga Mi hingga Telor Diprediksi Bakal Melonjak
Perang Ukraina-Rusia sudah membuat stok gandum turun signifikan, ditambah kebijakan India, tentu berimbas signifikan ke keberlanjutan usaha yang butuh gandum.
"Ketiga, pengusaha harus segera mencari sumber alternatif gandum dan ini harusnya menjadi kesempatan bagi alternatif bahan baku selain gandum seperti tepung jagung, singkong, hingga sorgum yang banyak ditemukan di Indonesia," imbuh Bhima.
Keempat, pakan ternak yang sebagian menggunakan campuran gandum, ketika harga gandum naik bisa sebabkan harga daging dan telur juga naik.
"Pemerintah harus segera mempersiapkan strategi untuk mitigasi berlanjutnya ekspor gandum India," ujar Bhima.
Sebab, pengusaha di sektor makanan, minuman, dan pelaku usaha ternak perlu berkoordinasi mencari jalan keluar bersama dengan Pemerintah.
"Sekarang harus dihitung berapa stok gandum di tanah air, dan berapa alternatif negara penghasil gandum yang siap memasok dalam waktu dekat," tuturnya.
Bukan tidak mungkin, menurut Bhima, Pemerintah Indonesia bersama negara lain melakukan gugatan kepada India ke WTO karena kebijakan unilateral India merugikan konsumen dan industri di Indonesia.
Sebelumnya Perdana Menteri India Narendra Modi mengumumkan, negaranya melarang ekspor semua gandum, setelah inflasi mendekati level tertinggi selama 8 tahun di 7,79 persen pada April 2022 dan inflasi makanan ritel yang melonjak tinggi menjadi 8,38 persen.
"Ekspor semua gandum termasuk durum berprotein tinggi dan varietas roti, telah diubah kategorinya dari 'bebas' ke 'terlarang' mulai 13 Mei 2022," katanya, Sabtu (14/5/2022).
Diketahui, India merupakan produsen gandum nomor dua terbesar di dunia setelah Cina, dengan kapasitas produksi 107,5 juta ton. Indonesia sendiri mengimpor gandum sebesar 11,7 juta tiap tahunnya atau setara US$3,45 miliar.