Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkembangan di era digital banking 4.0 dinilai bisa menjadi ancaman serius bagi perbankan jika tidak mengamankan data nasabah dan bank itu sendiri.
Director of Delivery & Operation Telkomsigma I Wayan Sukerta mengatakan, potensi ancaman ini karena tingginya ketergantungan internet, transaksi, dan layanan digital yang meningkatkan risiko serangan siber.
"Data OJK dan BSSN menyebutkan pada Januari sampai September 2021 ada 920 juta serangan dengan kerugian cukup besar. Dari total itu, 21,8 persen menyerang sektor perbankan dan keuangan, di mana 58 persen serangan siber menggunakan malware, 11 persen trojan, dan sebagainya," ujarnya dalam webinar "Cyber Crime Emergency: Developing IT Solutions, Behavior, and Awareness In The Banking Ecosystem", ditulis Senin (30/5/2022).
Baca juga: Sukses Gelar RUPST, KB Bukopin Bawa Semangat Next Level Banking
Karena itu, pelaku industri perbankan dan keuangan harus meningkatkan dan mengelola keamanan siber secara menyeluruh atau terintegrasi.
"Dalam keamanan digital saat ini harusnya bank proaktif, adopsi machine learning, miliki kemampuan tools yang banyak, dan masuk secara mendalam. Kalau kita hanya berbasis reaktif, pintu sudah keburu bobol dan melakukan pemilihannya jauh lebih rumit, serta berdampak besar terhadap risiko reputasi," kata I Wayan.
Untuk itu, pihaknya melalui Garuda Cybersecurity memberikan solusi keamanan siber yang berbasis terhadap dua hal yakni teknologi dan services.
Baca juga: Mastercard dan Ayoconnect Genjot Inklusi Keuangan Lewat Open Banking
"Untuk teknologi dikelompokkan dalam tiga capability, yakni threat hunting framework, fraud hunting platform, dan digital risk protection. Kemampuan ini didukung oleh services yang namanya Garuda Security Operation Center (SOC) selama 24/7 untuk me-manage deteksi dan respons, investigasi, respons insiden, digital forensik, dan melakukan respon lainnya," ujarnya.