News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Program Pengungkapan Sukarela Berakhir 30 Juni 2022, Berikut Ini Tata Cara Mengikutinya

Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wajib pajak memadati Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak (DJP) Sumatera Utara I, Medan, Sumatera Utara, Jumat (31/3/2017). Program Pengungkapan Sukarela Berakhir 30 Juni 2022, Berikut Ini Tata Cara Mengikutinya

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Program Pengungkapan Sukarela (PPS) berlaku mulai 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022, dengan beberapa rincian tata cara pengungkapan harta wajib pajak (WP). 

Tata cara itu tertuang melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03 Tahun 2021 tentang tata cara pelaksanaan PPS. 

Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama mengimbau agar wajib pajak segera memanfaatkan PPS, khususnya yang sebelumnya mangkir dari Program Tax Amnesty jilid I.

Baca juga: Berakhir 30 Juni 2022, Wajib Pajak Ikut Program Pengungkapan Sukarela Yuk!

“Terutama, peserta Tax Amnesty yang dulu masih ketinggalan harta-hartanya. Ini kesempatan, harus dimanfaatkan sebaik-baiknya,” ujarnya dalam Media Briefing DJP, ditulis Jumat (3/6/2022). 

Sebab, beberapa wajib pajak dinilai masih ragu berpatisipasi dalam Tax Amnesty I, dan masih menginventarisir dokumennya, sehingga telat ikut. 

“Ada keraguan, sebagian masih ikut, tapi belum seluruh aset dilaporkan. Bahkan banyak yang ketinggalan, dan kalau melihat data, saya pikir masih banyak yang ikut," kata Yoga. 

Adapun dari sisi teknis, pengungkapan harta PPS dilakukan melalui sistem digital alias online, untuk memperkecil interaksi antara pelapor pajak dengan petugas pajak. 

Lebih lanjut dalam PPS, ada dua kebijakan dengan tarif PPh final berbeda sesuai keadaan harta, di mana kebijakan I untuk peserta wajib pajak badan maupun orang pribadi yang memiliki harta perolehan tahun 2015, tapi belum diungkapkan dalam program Tax Amnesty tahun 2016.

Baca juga: Pengusaha: Tax Amnesty Jilid II Kurang Sosialisasi

Sementara, kebijakan II untuk peserta orang pribadi (OP) yang memiliki harta perolehan tahun 2016 hingga 2020, tapi belum diungkapkan dalam SPT Tahunan. 

Berikut tata cara pengungkapan harta dalam program PPS tahun 2022 berdasarkan PMK Nomor 196/PMK.03 Tahun 2021: 

1. Pengungkapan dilakukan dengan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) yang disampaikan secara elektronik melalui laman https://pajak.go.id/pps

2. SPPH dilengkapi dengan, SPPH induk, bukti pembayaran PPh Final, daftar rincian harta bersih, daftar utang, pernyataan repatriasi dan/atau investasi. 

3. Untuk peserta kebijakan II, ada tambahan kelengkapan, yakni pernyataan mencabut permohonan (restitusi atau upaya hukum); dan Surat permohonan pencabutan Banding, Gugatan, Peninjauan Kembali.

4. Peserta PPS dapat menyampaikan SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya untuk membetulkan SPPH apabila ada perubahan harta bersih atau kesalahan tulis, hitung, atau perubahan tarif. 

5. Peserta PPS dapat mencabut keikutsertaan dalam PPS dengan mengisi SPPH selanjutnya dengan nilai nol. Peserta PPS yang mencabut SPPH dianggap tidak ikut PPS dan tidak dapat lagi menyampaikan SPPH berikutnya. 

6. Pembayaran dilakukan dengan menggunakan Kode Akun Pajak (KAP) PPh Final 411128 dan Kode Jenis Setoran (KJS) untuk kebijakan I, 427, untuk kebijakan II, 428. Pembayaran tidak dapat dilakukan dengan Pemindahbukuan (Pbk).

7. PPh Final yang harus dibayarkan sebesar tarif dikali nilai harta bersih (harta dikurang utang). 

8. Untuk kebijakan I, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2015, yaitu: 

a. Nilai nominal, untuk harta kas atau setara kas.
b. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk tanah bangunan dan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) untuk kendaraan bermotor. 
c. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk., untuk emas dan perak.
d. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk saham dan waran yang diperjualbelikan di PT BEI.
e. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia untuk SBN dan efek bersifat utang/sukuk yang diterbitkan perusahaan.
f. Jika tidak ada pedoman, menggunakan hasil penilaian Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP). 

9. Untuk kebijakan II, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2020, yaitu: 

a. Nilai nominal, untuk kas atau setara kas.
b. Harga perolehan, untuk selain kas atau setara kas.
c. Jika tidak diketahui, menggunakan nilai wajar per 31 Desember 2020 dari harta sejenis atau setara berdasarkan penilaian WP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini