News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Reshuffle Kabinet

Lutfi Disebut Punya Banyak Catatan Merah Selama Jabat Mendag, Diantaranya Masalah Minyak Goreng

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Joko Widodo pada hari ini, Rabu (15/6/2022) mencopot Muhammad Lutfi dari kursi Menteri Perdagangan RI.

Kepastian ini terjadi setelah Presiden mengumumkan adanya reshuffle kabinet Indonesia Maju di Istana Negara, Jakarta.

Sejalan dengan pemberhentian jabatan Muhammad Lutfi, Ketua Umum PAN yakni Zulkifli Hasan, resmi menjadi Menteri Perdagangan yang baru.

Baca juga: Keputusan Jokowi Ganti Mendag Dinilai Tepat Karena Persoalan Minyak Goreng Belum Bisa Teratasi

Pengamat Ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira justru tak kaget dengan adanya perubahan nama pejabat Menteri Perdagangan.

Pasalnya, menurut catatan Bhima, Lutfi memiliki sejumlah rapor merah selama menjabat di kursi tersebut.

“Pertama, tidak mampu mengendalikan harga minyak goreng dan (dia) tunduk pada kekuatan perusahaan yang kendalikan pasar meski sudah bereksperimen dengan aneka kebijakan,” ucap Bhima kepada Tribunnews, Rabu (15/6/2022).

“Pelarangan ekspor CPO juga tidak efektif bahkan berujung pada jatuhnya harga tandan buah segar (TBS) di level petani,” sambungnya.

Baca juga: Jabat Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan Ditantang Kendalikan Harga Minyak Goreng dan Bahan Pokok

Kedua, lanjut Bhima, pengawasan di internal Kementerian Perdagangan dinilai lemah.

Hal tersebut tercermin dari tertangkapnya pejabat Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan terkait izin ekspor CPO.

Sehingga membuat integritas Kementerian Perdagangan dipertanyakan.

Ketiga, kinerja neraca perdagangan mencatat surplus. Tetapi hal tersebut didominasi oleh faktor eksternal yakni ‘boom’ harga komoditas, bukan kinerja ekspor manufaktur bernilai tambah.

Seperti diketahui, Januari-April 2022 pertumbuhan ekspor pertambangan naik 106,2 persen secara tahunan (year on year/yoy), sementara ekspor industri pengolahan hanya naik 29 persen.

“Dan rapor merah terakhir atau yang keempat, impor barang via ecommerce masih deras, dan impor via pengadaan barang jasa pemerintah juga terus alami peningkatan sehingga membuat Presiden kecewa,” pungkas Bhima.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini